Gubernur Aceh Muzakir Manaf (atau akrab disapa Mualem) menyampaikan pengalaman Aceh dalam membangun perdamaian pasca-Perjanjian Helsinki saat menjadi pembicara secara daring pada konferensi internasional “After the Peace Agreements: the Bangsamoro and Beyond” yang digelar Institute for Autonomy and Governance (IAG) di Manila.
Dalam forum itu, Mualem membagikan pengalaman Aceh dalam membangun perdamaian berkelanjutan. Ia menjadi pembicara dalam sesi panel bertema “From Rebel Chief to Chief Executives” yang membahas kisah peralihannya dari pemimpin gerakan bersenjata ke jabatan politik.
Mualem menegaskan komitmen Aceh terhadap Perjanjian Helsinki 2005 yang menjadi dasar penyelesaian konflik. Saluran politik melalui partai lokal disebut menjadi medium baru aspirasi para mantan kombatan.
“Kami sepakat perdamaian. Aspirasi kami kini disalurkan lewat partai politik lokal,” ujar Mualem secara daring dari Meuligoe Gubernur Aceh, Rabu (19/11/2025).
Menurut dia, Pemerintah Aceh saat ini memprioritaskan peningkatan kesejahteraan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Aceh juga mengoptimalkan keistimewaan dan otonomi khusus sebagai amanat perjanjian.
Peralihan dari gerakan perlawanan menuju pemerintahan formal, lanjut Mualem, tidak selalu berjalan mulus. Penyesuaian dengan regulasi nasional masih menjadi tantangan.
“Kami yang dulu berada di peperangan kini harus menyesuaikan dengan sistem administrasi,” ujarnya. []




















