SAGOETV | BANDA ACEH – Jubir Muzakir Manaf dan Fadhlullah, Teuku Kamaruzzaman mengungkapkan pandangannya tentang pemulihan Aceh pasca-konflik dan tsunami. Ia menyoroti kurangnya perhatian terhadap mantan kombatan, pentingnya komunikasi antara pemerintah Aceh dan pusat, serta tantangan pengelolaan sumber daya alam.
Dalam Podcast dipandu oleh CEO acehkini.id dan CEO Sagoetv, Adi Warsidi, serta Mukhlisuddin Ilyas, ditayangkan pada Jumat, 25 April 2025, Teuku Kamaruzzaman atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ampon Man, membahas berbagai isu penting terkait Aceh pasca-konflik dan tsunami. Termasuk potensi kemerdekaan yang masih ada dalam benak sebagian orang Aceh, meskipun peluang tersebut telah tertutup.
Ampon Man menjelaskan bahwa orang-orang di Jakarta, baik masyarakat maupun pejabat, sering kali tidak memiliki waktu untuk mendengarkan potensi yang ada di Aceh. Meskipun begitu, potensi untuk merdeka selalu ada dalam benak sebagian kalangan. Aspirasi tersebut, yang sering kali berbentuk simbol bintang bulan, tetap menjadi perhatian, meskipun tidak selalu mendapatkan respon yang diharapkan.
“Ketika kita datang menghadap Presiden atau Menteri, atau ada orang lain yang menghadap, aspirasi tersebut tetap menjadi perhatian,” kata Ampon Man. Namun, ia juga menekankan bahwa meskipun ada perhatian terhadap aspirasi tersebut, tidak selalu mendapatkan respons yang memadai dari pemerintah pusat.
Terkait dengan pengalaman pribadi selama masa konflik, Ampon Man mengungkapkan bahwa dirinya tidak menyimpan dendam meskipun mengalami kekerasan dan perlakuan buruk dari pihak aparat. “Saya menganggap itu sebagai ujian dari Allah,” ujarnya, yang menunjukkan betapa besar keteguhan hatinya. Ia juga menilai bahwa karakter masyarakat Aceh yang sangat religius dan ikhlas dalam menerima ujian hidup membuat mereka bisa bangkit dengan cepat meskipun mengalami trauma besar.
Namun, Ampon Man menggarisbawahi bahwa penanganan terhadap trauma akibat konflik masih sangat minim. Ia menuturkan bahwa meskipun setelah tsunami ada bantuan internasional yang besar, untuk para mantan kombatan Aceh tidak ada program pemulihan yang memadai. “Setelah perdamaian, perhatian terhadap pemulihan mantan kombatan sangat minim,” ujar Ampon Man, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap generasi muda yang terlibat dalam konflik tersebut.
Dalam hal ini, Ampon Man berharap agar pemerintah pusat memberikan perhatian lebih terhadap pemulihan para mantan kombatan dan tidak hanya mengandalkan program yang bersifat sementara. Ia juga mencatat bahwa meskipun Indonesia telah memasuki era perdamaian, masih banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait dengan integrasi mantan kombatan ke dalam masyarakat.
Selanjutnya, Ampon Man berbicara tentang potensi kemerdekaan yang masih ada dalam benak sebagian orang Aceh. Ia mengingatkan bahwa meskipun isu tersebut tidak lagi mendapat dukungan internasional, potensi tersebut tetap ada. Ia menambahkan, “Pertama, yang tidak mengizinkan Aceh merdeka adalah Allah. Kedua, dunia internasional juga tidak mendukung hal itu.”
Ampon Man juga mencatat bahwa masalah-masalah yang masih ada, seperti ketimpangan dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama migas, dan kemiskinan yang melanda Aceh, tidak dapat diselesaikan hanya oleh pemerintah daerah. “Ini adalah masalah yang harus ditangani bersama, oleh pemerintah pusat dan daerah,” katanya.
Dalam diskusi ini, Ampon Man menyebutkan bahwa komunikasi yang baik antara pemerintah Aceh dan pemerintah pusat sangat penting. Ia mengungkapkan bahwa hubungan yang lebih intensif harus dibangun untuk memperjuangkan hak-hak Aceh agar lebih banyak sinergi antara kebijakan daerah dan pusat. Media sosial, menurutnya, memiliki peran penting dalam memberikan kritik yang membangun, yang harus diterima dengan baik oleh pemerintah.
Ampon Man juga berharap masyarakat Aceh bijak dalam menggunakan media sosial dan memberikan kritik yang konstruktif untuk memperbaiki situasi daerah. Selain itu, ia menekankan pentingnya kesempatan bagi mantan kombatan untuk berkontribusi dalam membangun Aceh, melalui prestasi yang dapat dirasakan oleh masyarakat.
“Setelah perdamaian, kita harus segera bergerak untuk mengatasi dampak panjang dari konflik,” tutupnya. []