Oleh: Sabri Badruddin.
Ketua DPD Partai Golkar Banda Aceh dan Anggota DPRK Banda Aceh.
Aceh sebagai daerah yang pernah mengalami konflik berkepanjangan, tentu perlu perhatian. Perhatian itu telah diberikan berupa keistimewaan dan kekhususan Aceh melalui UU No 44 Tahun 1999 dan UU PA No 11 Tahun 2006. Output berupa dana otsus telah diberikan untuk kemajuan Aceh. Aceh telah diberi otoritas besar untuk mengatasi persoalan dasar dengan dana yang beesar, harusnya Aceh harus lebih baik dengan provinsi lain di Indonesia.
Berbicara suasana politik belakangan, terutama aksi kriminal sepert kasus penembakan kantor Pospol di Aceh Barat, penembakan Kapten Inf Abdul Majid (Dantim BAIS TNI Kab Pidie) dan perampokan bersenpi di Peunareun, Aceh Timur. Upaya gangguan keamanan lainnya dalam bentuk pemasangan sejumlah spanduk mengatasnamakan Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF/Atjeh Meurdehka). Spanduk bertuliskan “Acheh berhak untuk merdeka, Acheh Has every right to be independent” diduga di pasang oleh Orang Tak Dikenal (OTK) di sejumlah titik Kota Lhokseumawe.
Hal itu terjadi murni kriminal, akibat dari politik anggaran Aceh yang tidak memiliki dampak kesejahteraan. Apalagi kemiskinan di Aceh rangking pertama di Sumatera.
Kemajuan Aceh, sangat tergantung dengan Politik Anggaran daerah Aceh. Saya melihat perencanaan pembangunan di Aceh yang tidak benar dan lemah. Padahal kalau kita lihat APBD di Sumatera, Aceh terbesar. Diluar Jawa Aceh juga tertinggi APBD. Tapi kemana Aceh belakangan mundur dalam banyak hal, tentu ini dapat dilihat sebagai kekeliruan dengan perencanaan Aceh.
Kita berharap pemerintah Aceh melihat ini sebagai persoalan supaya kemiskinan, pendidikan dan perekonomian masyarakat Aceh bisa bergerak untuk kemajuan.
Pemerintah Aceh perlu di kritik, ruang kritis harus terbuka dan itu perlu dilakukan dalam sistem demokrasi. Supaya pemerintah akan berjalan dengan baik. Kalau eksekutif tidak di kontrol, maka ini akan lebih berbahaya. Pembangunan yang baik adalah pembangunan yang melibatkan masyarakat itu sendiri.
Hal penting yang perlu dilakukan dalam menjaga perdamaian Aceh. Salah satu caranya adalah setiap generasi Aceh dalam beragam profesi harus meningkatkan kompetensi di bidang masing-masing. Ini perlu dilakukan supaya daya saing sumber daya manusia Aceh meningkat. Kalau sumber daya handal, kemajuan dan kesejahteraan akan mendekat.
Begitu juga soal investasi gagal, kita sangat prihatin, bukan saja dengan Dubai yang gagal. Tapi investasi Pabrik Semen di Laweung Pidie saja pernah kandas. Soal Investasi sangat memalukan di Aceh. Promosi tinggi, realisasi sedikit, APBA terkuras. Apa yang bisa dilakukan kemudian adalah kita harus siap menerima investor dengan segala kelemahan dan kelebihannya. Kita harus buktikan Aceh ini aman bagi investor. Pengalaman larinya calon investor Pabrik Semen di laweung harus menjadi pembelajaran seharusnya bagi eksekutif.[]