SAGOE | BANDA ACEH – Universitas Syiah Kuala (USK) resmi mengukuhkan gelar profesor (guru besar) bagi Arkeolog Aceh, Dr. Husaini, MA, pada Rabu (13/11/2024). Prosesi pengukuhan profesor yang berlangsung di Gedung AAC Dayan Dawood itu menandai puncak karier akademis Husaini dalam bidang arkeologi dan sejarah Aceh, terutama terkait perkembangan Islam di Nusantara.
Prof. Dr. Husaini, M.A. yang merupakan dosen Jurusan Pendidikan Sejarah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) USK, memaparkan orasi ilmiahnya berjudul “Dari Lamuri ke Kampung Pande Hingga Nusantara: Analisis Perkembangan Islam Berdasarkan Bukti Arkeologi”. Dalam paparannya, ia mengupas bukti arkeologi mengenai awal masuknya Islam di Aceh serta perdebatan di kalangan sarjana tentang asal-usul dan jalur penyebaran Islam.
Menurut Prof Husaini, terdapat dua teori utama mengenai awal mula masuknya Islam di Aceh, yaitu teori Barat dan teori Timur. Teori Barat, yang didukung oleh tokoh seperti Snouck Hurgronje dan Moquette, menyatakan bahwa Islam pertama kali masuk melalui Kerajaan Samudra Pasai di Aceh Utara sekitar tahun 1297 Masehi, yang dibuktikan oleh batu nisan Sultan Malik al-Salih.
“Sementara itu, teori Timur yang dipelopori oleh cendekiawan seperti Hamka dan Ali Hasjmy, menyebutkan bahwa Islam pertama kali masuk ke Aceh melalui wilayah Perlak di Aceh Timur pada abad ke-9 M, didukung oleh hasil seminar dan literatur kuno,” ujar Husaini dalam orasi ilmiahnya.
Selain perbedaan waktu masuknya Islam, lanjut Husaini, kedua teori ini juga berbeda dalam menyebut asal kedatangan Islam ke Aceh. Teori Barat mengklaim bahwa Islam diperkenalkan oleh para pedagang dari India, sementara teori Timur berpendapat bahwa Islam dibawa langsung oleh para mubalig dari Arab.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sebelum Islam, masyarakat Aceh telah memiliki struktur pemerintahan dan kearifan lokal yang kuat, serta menganut kepercayaan Hindu atau Budha. Namun, kemampuan mereka beradaptasi dengan perubahan menjadikan Islam mudah diterima sebagai ajaran baru.
Salah satu bukti penting yang menguatkan hipotesisnya adalah temuan batu nisan di Lamreh, Krueng Raya, Aceh Besar, yang menunjukkan bahwa kawasan tersebut merupakan salah satu pusat awal penyebaran Islam di Nusantara.
“Lamuri yang kemudian berpindah ke Kampung Pande memiliki jejak-jejak arkeologis yang memperjelas peran pentingnya dalam sejarah penyebaran Islam,” ungkapnya.
Ia menambahkan, batu nisan di wilayah tersebut terbuat dari bahan lokal dan memiliki tingkat keindahan seni batu yang tinggi, mencerminkan keahlian masyarakat setempat pada masa itu.
Lahir di Pidie pada 31 Desember 1960, Husaini Ibrahim telah menempuh pendidikan tinggi di bidang sejarah dan arkeologi, mulai dari sarjana di USK, magister di Universitas Indonesia, hingga doktor di Universiti Sains Malaysia.
Ia juga memiliki pengalaman panjang sebagai pengajar di USK sejak 1986 dan telah menduduki berbagai posisi, termasuk Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah, Kepala Pusat Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya, hingga Kepala Laboratorium Pendidikan Sejarah FKIP USK.
Dengan pengukuhan gelar profesor ini, Husaini diharapkan dapat terus mengembangkan penelitian di bidang sejarah dan arkeologi Islam, khususnya terkait bukti awal peradaban Islam di Aceh, sekaligus memperkaya wawasan sejarah yang lebih mendalam bagi generasi muda di Aceh dan Indonesia. []