SAGOE TV | Banda Aceh – Aceh masih menghadapi tantangan besar dalam mengatasi kemiskinan dan pengangguran, meskipun memiliki sumber daya alam yang melimpah. Minimnya keterampilan tenaga kerja serta kurangnya pemanfaatan sumber daya menjadi faktor utama yang menghambat pertumbuhan ekonomi di daerah ini.
Burhanuddin Hasyim, mantan teknisi listrik di ExxonMobil dengan pengalaman delapan tahun, menyoroti pentingnya reformasi pendidikan berbasis keterampilan serta optimalisasi sumber daya alam sebagai solusi utama untuk membangun ekonomi Aceh.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Aceh masih berada di peringkat pertama dalam tingkat kemiskinan di Indonesia. Padahal, provinsi ini kaya akan sumber daya alam seperti minyak, gas, lahan pertanian, dan sumber daya air yang melimpah.
Burhanuddin menilai, salah satu penyebab utama kemiskinan di Aceh adalah minimnya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan masyarakat. Banyak lahan yang belum dimanfaatkan optimal karena keterbatasan infrastruktur, terutama akses air untuk sektor pertanian. Selain itu, sistem pendidikan yang ada masih belum mampu membekali lulusan dengan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Pendidikan Berbasis Keterampilan
Burhanuddin menekankan bahwa sistem pendidikan di Aceh harus lebih berorientasi pada praktik dan keterampilan teknis agar lulusan siap terjun ke dunia kerja. Ia mencontohkan pengalaman pribadinya di sektor migas, di mana banyak lulusan teknik mengalami kesulitan di lapangan karena kurangnya pemahaman praktis.
Ia mengusulkan beberapa langkah konkret dalam reformasi pendidikan. Terutama untuk Jenjang SD dan SMPdengan membekali siswa dengan keterampilan dasar, seperti pertanian, peternakan, dan keterampilan teknis.
Kemudian, untuk jenjang SMA dan Perguruan Tinggi, diperkuat dengan pembelajaran berbasis praktik, misalnya mahasiswa teknik mesin belajar langsung membongkar dan merakit mesin, atau mahasiswa teknik listrik memahami kelistrikan melalui simulasi nyata.
Dengan kurikulum yang lebih aplikatif, lulusan akan lebih siap kerja dan memiliki daya saing yang lebih tinggi di industri.
SDA untuk Kemajuan Ekonomi
Aceh memiliki lebih dari 30 sungai besar, tetapi pemanfaatannya masih sangat terbatas. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah sistem rampam, yang memungkinkan air naik hingga 40 meter tanpa bahan bakar, melainkan hanya dengan memanfaatkan gravitasi dan tekanan air.
Potensi ini bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan industri air bersih, seperti memasok kebutuhan kapal-kapal yang melintas di jalur pelayaran internasional. Dengan harga lebih kompetitif dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, Aceh bisa menjadikan bisnis air bersih sebagai sektor unggulan baru.
Selain itu, sektor pertanian dan peternakan juga memiliki peluang besar. Burhanuddin mencontohkan, satu hektare lahan bisa ditanami hingga 2.000 pohon pisang. Namun, ironisnya, sebagian besar buah yang dijual di pasar Aceh justru berasal dari luar daerah seperti Medan dan Malang.
Sektor peternakan juga perlu didukung dengan pemanfaatan pakan alternatif yang lebih murah, seperti jerami dan daun pisang. Bimbingan dari dinas terkait sangat diperlukan agar peternak bisa mengatasi kendala seperti penyakit ternak dan produktivitas yang rendah.
Kemudahan Investasi
Burhanuddin menyoroti perlunya kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada rakyat. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain, pertama dengan meningkatkan pendidikan berbasis keterampilan agar lulusan siap kerja dan tidak hanya mengejar ijazah. Kedua, membangun infrastruktur irigasi untuk mendukung sektor pertanian dan industri. Ketiga, memprioritaskan tenaga kerja lokal dalam proyek-proyek besar seperti industri migas dan energi, dan terakhir adalah menyederhanakan perizinan usaha untuk mendorong investasi dan pertumbuhan UKM.
Saat ini, proses perizinan yang rumit dan pajak yang tinggi menjadi hambatan bagi pengusaha lokal. Misalnya, biaya perizinan untuk membuka depot obat bisa mencapai jutaan rupiah, yang membuat banyak usaha kecil kesulitan berkembang.
Selain itu, bank syariah diharapkan bisa lebih proaktif dalam membantu pengusaha kecil dengan skema kemitraan yang lebih fleksibel, bukan dengan sistem yang masih menyerupai perbankan konvensional.
Burhanuddin menegaskan bahwa masyarakat Aceh bukan malas, tetapi kurang mendapatkan fasilitas dan pendidikan yang tepat untuk berkembang. Jika sistem pendidikan diperbaiki, sumber daya alam dikelola lebih optimal, dan kebijakan pemerintah lebih mendukung investasi, maka dalam tiga tahun ke depan, Aceh bisa mengalami kemajuan pesat.
“Saat ini, masih banyak warga yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, bahkan sampai menjual anak-anak mereka demi bertahan hidup. Ini sangat miris dan harus segera diatasi dengan kebijakan yang tepat,” ujarnya. [CE]