SAGOE TV | BANDA ACEH – Puluhan anak berbagi ruang aktif dengan mengikuti lomba mewarnai dan melukis massal di Museum Tsunami Aceh, Ahad (27/7/2025). Kegiatan ini dilakukan untuk menyosialisasikan bahwa anak perlu ruang kreatif untuk menghindari kecanduan gadget (screen time) dalam aktivitasnya sehari-hari, sekaligus sebagai rangkaian peringatan Hari Anak Nasional 2025, yang menekankan tindakan nyata yang berdampak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh, Meutia Juliana, mengatakan, pola pengasuhan dari orang tua kini terus berkembang mengikuti era yang ada, sehingga dengan pola pengasuhan yang tepat sasaran dan tepat perlakuan, bisa menyelamatkan anak-anak dari jebakan modernisasi yang ada.
“Misalnya di era sekarang kita disibukkan dengan teknologi canggih yang menyita banyak perhatian anak yang menyebabkan perilakunya berubah. Maka orang tua harus mampu membentengi hal tersebut, kemudian diikuti positif parenting, dan disiplin positif. Tidak bisa dipungkiri, metode pengasuhan zaman dulu berbeda jauh dengan sekarang dan inilah yang harus diselaraskan,” ujar Meutia pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 di Museum Tsunami Aceh.
Meutia menegaskan aksi nyata memberi ruang anak, bukan hanya kerja pemerintah tapi juga berkolaborasi dengan semua pihak termasuk orang tua, agar anak-anak bisa tumbuh dan berkembang menjadi generasi emas Indonesia.
Penanggung jawab kegiatan ruang kreativitas anak, Nurjannah Husein, menyampaikan bahwa puluhan karya lukisan anak-anak Aceh dipamerkan di Museum Tsunami dalam kegiatan bertajuk ‘Mimpi Anak, Warna Energi Masa Depan’, yang digelar oleh Yayasan Darah untuk Aceh (YDUA) sebagai bagian dari peringatan Hari Anak Nasional 2025.
Kata dia, melalui pameran lukisan ini, anak-anak diberi ruang untuk menyampaikan pandangan, perasaan, dan mimpi mereka secara bebas dan jujur.
Ia menambahkan bahwa kegiatan ini menekankan pentingnya partisipasi bermakna anak-anak dalam ruang publik, karena mereka sejatinya bukan sekadar menjadi objek perayaan, tapi subjek yang diberi ruang untuk menyampaikan pandangan, perasaan, dan mimpi mereka secara bebas dan jujur.
“Puluhan karya lukis ini dilukis oleh anak-anak usia 7–10 tahun, termasuk anak berkebutuhan khusus,” kata Nurjannah Husein.
“Kegiatan ini juga diharapkan dapat menjadi ruang bagi anak-anak untuk sejenak berhenti dari kegiatan screen time sehingga dapat bersosialisasi dengan rekan sebaya dan juga melihat ruang yang lebih nyata lagi,” ujarnya. []