SAGOE TV | BANDA ACEH – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, tiba di Aceh pada Selasa (11/11/2025) dan disambut langsung oleh Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda. Kedatangan Mendagri ke Serambi Makkah tersebut dalam rangka menghadiri prosesi penganugerahan adat oleh Wali Nanggroe Aceh, yang dijadwalkan berlangsung pada Rabu (12/11) besok.
Turut hadir menyambut Mendagri di Bandara SIM, Kapolda dan Wakapolda Aceh, Kabinda, Kasdam Iskandar Muda, Danlanud SIM, Majelis Tuha Peut Wali Nanggroe, serta sejumlah pejabat Pemerintah Aceh.
Kunjungan Menteri Tito Karnavian ke Aceh menjadi perhatian khusus karena bertepatan dengan penganugerahan adat dari Wali Nanggroe Aceh, sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi dan kontribusinya dalam memperkuat hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh.
Sebelumnya di Jakarta, Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) telah menyampaikan ucapan selamat secara langsung kepada Mendagri Tito Karnavian atas rencana penganugerahan adat tersebut. Pertemuan itu berlangsung di ruang kerja Mendagri di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (11/11).
Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Aceh juga menyampaikan permohonan maaf karena tidak dapat hadir langsung pada prosesi pemberian anugerah adat di Aceh. “Saya mohon maaf karena besok tidak dapat hadir pada acara adat bersama Bapak Mendagri. Saya ingin menyampaikan ucapan selamat, semoga sukses dan selalu dalam kebahagiaan,” ujarnya.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan apresiasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Aceh yang dinilainya berjalan baik berkat koordinasi antara Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Aceh, dan lembaga adat.
“Saya turut menyampaikan selamat atas segala urusan yang berjalan lancar di Aceh selama ini, berkat arahan dan perhatian seluruh pihak,” kata Mendagri.
Tito juga menyampaikan penghargaan kepada Wali Nanggroe Aceh atas rencana pelaksanaan pemberian Anugerah Adat yang akan digelar. Ia berharap kegiatan tersebut semakin memperkuat hubungan antara Pemerintah Pusat dan masyarakat Aceh, serta menjadi simbol keharmonisan antara nilai adat dan pemerintahan. []




















