Oleh: Zulfikar Akbar
Sherly Tjoanda jadi buah bibir di media sosial. Terkini, saat tampil di depan media selepas bertemu “menteri koboi” Purbaya Yudhi Sadewa. Kebetulan ia berdiri di sisi Muzakir Manaf, hingga jadi candaan publik. Bukan untuk mendiskreditkan atau menjatuhkan keduanya. Hanya sekadar bahan melepaskan penat di tengah keriuhan politik yang kerap kali terlalu panas melampaui cuaca Jakarta.
Publik tetap punya respek kepadanya. Bukan semata karena parasnya yang memang cantik, tetapi karena karakter dan pikiran-pikirannya tentang Maluku Utara yang dipimpinnya, tentang rakyat, dan pandangannya tentang kepemimpinan dan jabatan.
Perempuan kelahiran 8 Agustus 1982 ini pantas disebut sebagai perempuan berisi. Setiap kali tampil bicara di depan publik, ia selalu punya data dan ide. Ia bicara tentang nasib masyarakatnya, potensi daerahnya, dan apa saja yang ingin dikerjakannya sebagai gubernur.
Bahkan, ibu tiga anak ini patut disebut sebagai seorang gubernur paling berisi dari sisi gagasan. Tidak pernah tampil kosong saat sebagian pemimpin hanya mengejar jabatan dan tidak tahu bisa membawa manfaat apa dari sebuah jabatan.
Tentang jabatan, ia melihatnya tak lebih dari sekadar titipan. Sebagai kesempatan melakukan apa yang bisa dilakukan untuk masyarakat luas, terutama di Maluku Utara. Ia cukup punya peta atas kondisi sosial dan masalah di daerah di bawah kekuasaannya.
Maka itu, saat matanya melirik ke arah Mualem, sapaan Gubernur Aceh, hampir dapat dipastikan ia hanya sedang menyelidiki apa gagasan gubernur eks kombatan GAM ini. Bukan tatapan terpesona karena kegagahan Mualem. Sebab, untuk perempuan sekelas gubernur perempuan ini, isi pikiran dan karakter seorang pemimpin lebih menarik perhatiannya alih-alih sekadar tampang.
Setidaknya, dari melihat dan mencermati isi pikirannya sendiri selama ini, Sherly adalah pemimpin sekaligus perempuan yang lebih peduli hal-hal esensial daripada penampilan. Lebih meminati isi kepala daripada sekadar bentuk rambut. Lebih tertarik kepada kualitas daripada sekadar kuantitas dan popularitas.
Apalagi, meskipun ia memimpin satu daerah yang kaya sumber daya alam, namun juga “kaya masalah”, dan itu diakuinya secara terbuka di beberapa kesempatan. Di sana ada masalah sosial seperti kemiskinan hingga angka anak putus sekolah (sekitar 35 ribu anak). Ia juga melihat ada persoalan yang mengancam petani dan nelayan, dan inilah paling sering dibahasnya–jika menakar perhatiannya.
Jadi, dari balik mata indahnya, masih ada yang jauh lebih indah dan patut jadi perhatian. Itu adalah tentang bagaimana ia berusaha membangun tim, melakukan “belanja masalah” untuk mengetahui masalah riil yang jadi tanggung jawabnya, dan mempersiapkan langkah menuntaskannya.
Pengalamannya sendiri, untuk urusan kesehatan pun pernah mengalami kesulitan, jadi hal yang sangat menggugahnya. Perhatikan saja, matanya jadi berubah berkaca-kaca setiap kali bicara nasib orang-orang Maluku Utara. Kesulitan mereka. Menjadi indikasi, ada sisi emosi menggerakkannya, emosi atas kemiskinan mengadang masyarakatnya.
Namun ia juga menyeimbangkan itu dengan pola pikirnya yang runut, jelas, lugas, mengentalkan kelebihannya sebagai seorang perempuan yang meniti takdir sebagai pemimpin atas 1,3 juta masyarakatnya. Di samping, juga karakter tegasnya, yang diperlihatkan setiap kali ia melihat ketidakseriusan aparat dalam mengurus rakyat.
Pukulan hidup. Agaknya ini yang membuat siapa pun yang mencermati pikiran-pikirannya akan teryakinkan, ia belajar banyak dari pukulan hidup yang pernah dialaminya.
Sebelum ia sepenuhnya terjun ke politik, dirinya dan Benny Laos, suaminya, jadi korban ledakan kapal speedboat di Pelabuhan Bobong, 12 Oktober 2024. Ia selamat meskipun sempat terlempar hingga kakinya harus dirawat ketat. Suaminya sendiri tak terselamatkan.
Bahkan dalam keadaan kakinya sendiri cedera, ia sempat berpikir untuk terjun ke air demi mencari sang suami. Namun dicegah oleh orang-orang di lokasi.
Berita menimpanya dan sang suami sempat jadi berita nasional, terlebih proses penyelidikan pun lumayan memakan waktu–dari Oktober 2024 hingga Maret 2025. Tak ayal, segala hal terkait musibah itu jadi sorotan, dari munculnya asumsi liar hingga dugaan sabotase, karena dikaitkan dengan pencalonan Benny sendiri sebagai gubernur.
Kepolisian pun harus memeriksa tak kurang dari 18 orang untuk memastikan apakah itu murni kecelakaan atau ada kemungkinan lain. Setelah berbulan-bulan, barulah bisa dipastikan, tragedi maut itu akibat kelalaian. Lantaran bahan bakar diisi ketika sistem listrik masih menyala.
Hanya berselang dua hari, ia masih dirawat di rumah sakit, Sherly justru ditunjuk jadi pengganti suaminya sebagai calon gubernur. Ia pun menang, meraih suara 51,68 persen, dan dilantik pada 20 Februari 2025, di Jakarta.
Di beberapa kesempatan, ia kerap menyebut satu kalimat yang lugas. Dirinya bukan superwoman, tapi ingin membentuk tim yang super. Mengindikasikan, ia punya sudut pandang bahwa urusan memimpin bukan pekerjaan solo atau sendirian. Butuh banyak tangan.
Di sini terlihat, ia lebih dulu meletakkan mindset yang tepat, alih-alih membanggakan jabatan. Walaupun, seandainya ia ingin membanggakan diri pun sangat layak. Sebelumnya nyaris tak dikenal kecuali oleh rekan bisnisnya, jauh dari dunia politik kecuali lewat mendiang suaminya, kini ia menjadi magnet yang kerap dipuji publik skala nasional. Terlebih, dari 38 provinsi, hanya Sherly dan Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur, sebagai gubernur dari kalangan perempuan.
Ia pun kerap menekankan satu prinsip yang juga diungkapkannya saat bicara dengan bawahannya. “Kita ingin menuntaskan masalah, bukan menambah masalah!” Galak, namun cukup menggambarkan, sekali lagi, tentang bagaimana ia membangun mindset-nya dalam memimpin.
Sherly patut disebut melampaui kecantikan dimilikinya kala dunia kerap berhenti melihat sesuatu di atas sekadar kecantikan. Namun, ini pun masih perlu dibuktikan lebih jauh, mengingat Maluku Utara adalah daerah yang terkenal dengan nikel melimpah–salah satu penghasil nikel terbesar di Indonesia. Ia akan memiliki nama jauh lebih harum jika kelak bisa memastikan, masyarakat Maluku Utara pun mendapatkan manfaat terbesar.
Sejauh ini, ia sudah menunjukkan sikap tegas. Dirinya tak ingin Maluku Utara hanya dijadikan “sapi perah”, nikel dikeruk, tetapi hasilnya tak dirasakan oleh masyarakatnya. Ia masih bekerja, melawan tangan-tangan kuat yang sering mengatasnamakan negara tapi tak peduli nasib rakyat.
Bukan pekerjaan mudah, mengingat banyak mata tak hanya menatapnya, melainkan juga menatap tanah yang kini berada di bawah kendalinya. Karena nikelnya, hingga hasil lautnya. Semoga saja, ia bisa lebih kokoh dari Benteng Tahula dan Benteng Tolukko, untuk membentengi rakyat dan tanah Maluku Utara.
Lantas, apa hubungannya dengan Mualem? Ya, kesamaan dalam masalah serius. Sama-sama memiliki pekerjaan rumah, memastikan setiap jengkal tanah Aceh lebih banyak membawa manfaat bagi rakyat Aceh. Terlebih urusan tambang, jangan sampai mengusir masyarakat sendiri tetapi justru membuka jalan bagi perusahaan luar, dan kelak hanya menyisakan ampas.
Mengutip pandangan Sherly, “Hidup ini pun bukan milik kita sejak awal. Semua bisa hilang seketika.” Penegas agar jangan sampai jabatan yang sementara justru membawa petaka jangka panjang. Melainkan, bagaimana memastikan bisa membawa manfaat jangka panjang, membawa kebaikan yang terus hidup hingga kita sendiri kelak mati. []




















