SAGOETV | BANDA ACEH – Jika kamu masih menganggap game dan drakor itu buang-buang waktu, kamu belum kenal Nadia dan Naira. Dua siswi MTsN 2 Banda Aceh ini bukan cuma fasih berbahasa Inggris dan Korea, tapi juga sudah nulis novel di usia 15 tahun.
Nama lengkap mereka adalah Nadia Faatin Azka dan Naira Khairunnisa J.N, dua remaja yang tampil dalam podcast Youth Unlock Sagoetv, Kamis (26/6/20250 lalu. Dipandu oleh Saidil Mukamamil Bawaritt, obrolan mereka bukan sekadar konten. Ini kisah nyata tentang belajar, jatuh-bangun, dan keberanian menantang batas usia.
“Bahasa Inggris itu skill dasar yang semua orang harus punya,” kata Naira mantap. Dan jangan kira ini hasil les privat mahal atau kursus kilat di tempat kekinian. Naira belajar dari drama Korea, YouTube, dan game online. Nadia juga sama. Mereka tumbuh bersama Google Translate, Hangul Alphabet di Pinterest, dan Roblox sebagai ruang belajar tak resmi.
“Kalau belajar pakai cara yang kita suka, kayak nonton drama atau main game, itu malah lebih gampang masuk,” tambah Naira.
Dan hasilnya? Naira kini bisa memperkenalkan diri dengan lancar dalam bahasa Korea, lengkap dengan penjelasan batchim dan bedanya angka asli Korea sama Sino-Korea. Anak-anak lain mungkin belum hafal kode area Banda Aceh, mereka sudah paham sistem angka Asia Timur.
Panggung Literasi
Tapi cerita ini tidak berhenti di bahasa. Keduanya kemudian mengarungi dunia yang berbeda—menulis novel.
Naira menulis “Sebastian”, kisah cinta remaja yang katanya relatable banget sama anak zaman sekarang. Sementara Nadia mengusung judul yang lebih empowering: “Independent Woman”. Tentang gadis pemalas yang berubah jadi mandiri setelah jatuh cinta.
“Aku sempat enggak percaya diri, ngerasa nggak bisa selesaikan buku ini,” kata Nadia. “Tapi teman dan guru terus support.”
Awalnya mereka ikut ekskul karya tulis ilmiah. Tapi karena hatinya lebih condong ke fiksi dan imajinasi, mereka pun diarahkan menulis cerita. Hasilnya? Sebuah duet literasi dari dua anak Aceh yang lebih suka nulis naskah daripada scrolling TikTok.
Bully dan Prestasi
Sayangnya, jadi anak berprestasi itu bukan berarti bebas dari sindiran. Nadia mengaku pernah dibully karena dinilai “sok-sokan pakai bahasa Inggris.”
“Dulu sering disindir, tapi sekarang aku enggak ambil pusing. Mereka yang ngejek, sekarang jadi apa?” katanya, penuh percaya diri.
Naira menambahkan, bullying—terutama di dunia maya—bisa berdampak besar. Banyak anak yang jadi minder dan takut menonjol. Tapi mereka memilih jalan berbeda: terus maju, dan membuktikan diri lewat karya.
Apa cita-cita mereka? Jangan kaget, jika Naira ingin belajar bahasa Jepang dan Mandarin, dan bermimpi menginjakkan kaki di Korea dan Jepang. Sedangkan Nadia ,emhalu ingin menjelajahi dunia, bertemu teman dari berbagai negara, dan tentu saja—jadi bintang.
“Jangan takut mencoba, walau gagal berkali-kali. Gagal bukan alasan untuk berhenti,” ujar Naira.
“Cintai dirimu sendiri. Kalau kamu yakin dan percaya diri, kamu akan jadi bintang,” pungkas Nadia.
Mereka juga menegaskan pentingnya peran sekolah dan guru. Di MTsN 2 Banda Aceh, ada guru-guru seperti Pak T dan Pak Mukhlis yang terus memberi dorongan. Bahwa di balik setiap anak hebat, selalu ada lingkungan yang mendukung. []
Simak lebih lanjut kisahnya :