SAGOETV | BANDA ACEH – Gubernur Aceh menegaskan keinginannya agar sistem barcode dalam penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di SPBU di Aceh segera dihapus. Menurutnya, kebijakan tersebut belum berlaku secara nasional dan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat Aceh.
“QR code SPBU menjadi isu sensitif di kalangan rakyat Aceh. Mengapa Aceh dijadikan percontohan pertama dalam penyaluran BBM bersubsidi yang begitu ketat? Padahal, Aceh adalah salah satu provinsi penghasil minyak dan gas bumi di Indonesia,” ujar juru bicara Mualem-Dek Fadh, Teuku Kamaruzzaman (Ampon Man), Jumat (14/2).
Ia menjelaskan bahwa masyarakat Aceh yang bepergian ke Sumatera Utara atau wilayah lain di Indonesia tidak mengalami kendala serupa dalam pengisian BBM. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai alasan di balik keputusan pemerintah melalui Pertamina untuk menerapkan kebijakan ini secara khusus di Aceh.
Gubernur Aceh menilai kebijakan ini perlu dikaji lebih dalam dengan mempertimbangkan aspek keadilan. “Kami ingin masyarakat Aceh diperlakukan secara adil oleh pemerintah pusat, termasuk dalam hal subsidi BBM. Karena itu, kami akan melakukan pembicaraan lebih lanjut dengan pihak terkait,” katanya.
Dalam pembahasan lebih lanjut, Pemerintah Aceh akan meninjau regulasi yang mendasari kebijakan ini, seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 dan Perpres Nomor 117 Tahun 2021, yang mengatur tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM. Selain itu, juga akan ditinjau Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2021 serta perubahannya dalam Permen Nomor 11 Tahun 2022.
Selain menyoroti aturan tersebut, Pemerintah Aceh juga akan mengkaji kembali jatah BBM bersubsidi bagi Aceh serta mekanisme distribusinya, termasuk melalui Dana Bagi Hasil (DBH) Minyak dan Gas Bumi yang menjadi hak Aceh.
Lebih jauh, Gubernur Aceh juga mengingatkan bahwa ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam telah menjadi salah satu faktor penyebab konflik di Aceh di masa lalu. “Sejak bergabung dengan Republik Indonesia, Aceh sering kali merasa diperlakukan tidak adil. Hal ini telah memicu berbagai perlawanan di masa lalu, seperti DI/TII dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kami berharap kejadian serupa tidak terulang di masa depan,” ujarnya.
Menurutnya, PT Pertamina dan BUMN lainnya, seperti Garuda Indonesia, adalah bagian dari sejarah perjuangan rakyat Aceh dalam membangun negara. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah pusat dapat memberikan solusi yang lebih adil bagi masyarakat Aceh dalam hal subsidi BBM.
“Keadilan adalah hak semua warga negara. Kami berharap ada solusi terbaik yang dapat mengakomodasi kepentingan rakyat Aceh serta tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” pungkasnya. [CEM]