SAGOETV | BANDA ACEH – Ketua Komisi VI DPRA, Nazaruddin, S.I.Kom. atau yang akrab disapa Tgk Agam, mengungkapkan bahwa pihaknya belum menerima disposisi terkait pengesahan anggota Majelis Pendidikan Aceh (MPA). Hal ini membuat tahapan lanjutan pasca-Musyawarah Besar (Mubes) MPA menjadi tersendat.
“Kami di Komisi VI belum menerima disposisi dari pimpinan DPRA,” kata Nazaruddin saat dikonfirmasi media ini pada Rabu (7/5/2025). Ia menegaskan, komisi hanya dapat bekerja setelah menerima disposisi resmi. “Kami menunggu. Setelah disposisi kami terima, tentu akan segera ditindaklanjuti. Karena kami bekerja berdasarkan aturan dan mekanisme kelembagaan,” ujarnya.
Sebagagaimana diberitakan sebelumnya, sejumlah kalangan akademisi muncul kekhawatiran serius atas mandeknya proses pengesahan tersebut. Dr. Jalaluddin, M.Pd, Dekan FKIP Universitas Serambi Mekkah sekaligus peserta Mubes MPA, menyebutkan bahwa MPA terancam vakum karena Komisi VII DPRA belum memproses keanggotaan hasil seleksi periode 2024–2029.
“Padahal proses seleksi sudah berjalan sesuai Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2022, yang lebih ketat, transparan, dan partisipatif dibanding qanun sebelumnya,” ujar Jalaluddin. Qanun tersebut merupakan inisiatif DPRA sendiri dan menggantikan Qanun Nomor 6 Tahun 2006, dengan mengatur tahapan seleksi mulai dari penjaringan, penyaringan, Mubes, hingga pengesahan oleh Gubernur Aceh.
Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut dari Komisi VII setelah menerima 21 nama hasil Mubes dari Gubernur. Kemandekan ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak.
“Ironis sekali. Qanun yang mereka buat sendiri justru tidak dijalankan. Mekanismenya sudah sangat terbuka dan akuntabel,” tegas Jalaluddin. Ia bahkan mengkritisi wacana rekrutmen ulang oleh Komisi VII sebagaimana seleksi anggota KIP. “Itu tidak punya dasar hukum. Qanun tidak mengatur rekrutmen ulang,” katanya.
Ia menilai ketidakpercayaan terhadap hasil Mubes dan tim penguji independen yang terdiri dari para profesor ternama sebagai bentuk pengingkaran terhadap proses yang sah. “Kalau hasil Mubes yang sah saja tidak dipercaya, lebih baik lembaga keistimewaan di Aceh dibubarkan. Selama ini hanya ASN di sekretariat yang menikmati keistimewaan itu,” ujarnya.
Jalaluddin bahkan menyarankan agar Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh mendatang tidak lagi mencantumkan lembaga keistimewaan jika semangat saling percaya antarpemangku kepentingan terus melemah.
“Untuk apa bicara keistimewaan kalau praktiknya justru saling curiga? Dulu di masa konflik kita berjuang bersama, sekarang dalam damai justru mengebiri hasil perjuangan,” sindirnya.
Sebagai informasi, Mubes MPA yang digelar pada 25 April 2024 di Hotel Hermes Palace Banda Aceh, diikuti oleh 44 peserta dari berbagai unsur: PGRI, IGI, PGMI, MPU, dayah, Kemenag, Dinas Pendidikan, Komite Sekolah, BKOW, Forum Anak Aceh, KADIN, dan tokoh pendidikan serta budaya. Mubes dipimpin oleh Dr. Edwar M. Nur, SE., MM, Almunzir, dan Hj. Nurhayati, serta disaksikan oleh Wakil Ketua MPU Aceh Prof. Dr. H. Muhibbuththabary, M.Ag dan Ismaidar, M.Pd.
Jalaluddin menegaskan bahwa kritik yang ia sampaikan merupakan bagian dari tanggung jawab moral sebagai perwakilan unsur akademisi yang ditetapkan melalui Pergub. Ia pun mengajak semua pihak untuk tidak takut bersuara.
“Kalau jalannya benar, tak perlu takut intervensi. Ini semua demi masa depan pendidikan Aceh,” pungkasnya. []