SAGOETV | BANDA ACEH – Kota Banda Aceh kini menghadapi persoalan sosial yang semakin meresahkan. Gelandangan, pengemis (gepeng), serta eksploitasi anak yang dipaksa mengemis di berbagai tempat umum kian marak. Fenomena ini tidak hanya mengganggu ketertiban, tetapi juga mencoreng citra Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi yang mengusung nilai-nilai Islami dan destinasi wisata religi.
Wakil Ketua DPRK Banda Aceh, Dr. Musriadi Aswad, S.Pd., M.Pd., dengan tegas mendesak pemerintah kota serta Pemerintah Aceh untuk segera mengambil langkah konkret dalam menangani masalah ini.
Pengemis dan Eksploitasi Anak
Menurut Dr. Musriadi, salah satu faktor utama meningkatnya jumlah pengemis di Banda Aceh adalah tingginya arus migrasi penduduk dari daerah sekitar seperti Aceh Besar, Sabang, dan Aceh Jaya. Data dari Dinas Sosial mengungkapkan bahwa dari sekitar 300 gelandangan yang terdata di kota ini, mayoritas bukanlah warga asli Banda Aceh, melainkan pendatang dari berbagai wilayah.
“Fenomena ini terus berulang dan belum tertangani dengan tuntas. Keberadaan mereka tidak hanya mengganggu ketertiban, tetapi juga mencoreng wajah Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi yang berlandaskan nilai-nilai Islami,” ujar Musriadi dalam tayangan Podcast Sagoetv, Sabtu (22/03/2025).
Ia juga menyoroti maraknya eksploitasi anak yang semakin mengkhawatirkan. Banyak anak kecil ditemukan mengemis di pusat-pusat keramaian seperti warung kopi, swalayan, dan persimpangan jalan. Lebih parahnya, diduga ada pihak tertentu yang mengoordinasi dan memanfaatkan anak-anak ini untuk mengemis demi keuntungan mereka sendiri.
“Ini bukan hanya masalah sosial, tetapi juga pelanggaran hak anak yang serius dan harus segera ditindak,” tegasnya.
Langkah dan Solusi
Untuk mengatasi persoalan ini, Dr. Musriadi mengusulkan tiga langkah strategis yang harus segera diambil oleh pemerintah:
Pertama, kata Musriadi adalah adanya Regulasi dan Edukasi Masyarakat. Menurutnya, Pemerintah harus membuat regulasi yang melarang pemberian uang secara langsung kepada pengemis di tempat umum. selanjutnya, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) diharapkan mengeluarkan fatwa yang melarang pemberian sedekah kepada gepeng di fasilitas publik guna mengurangi praktik eksploitasi anak. kemudian, adanya sosialisasi kepada masyarakat agar tidak mendukung praktik mengemis yang justru memperburuk kondisi sosial.
Kedua, Pemberdayaan Ekonomi dan Sosial, di sini kata Anggota DPRK Banda Aceh Dapil Ulee Kareng – Syiah Kuala ini, pemerintah harus menyediakan program pemberdayaan ekonomi, seperti pelatihan keterampilan (life skills) dan pemberian modal usaha bagi para gepeng agar mereka dapat mandiri, serta membangun pusat rehabilitasi untuk menampung dan membina mereka agar tidak kembali ke jalanan.
Ketiga adalah adanya Kolaborasi Antar Pihak. dalam hal ini, kata politisi PAN Banda Aceh ini, diperlukan adanya siinergi antara Pemerintah Kota Banda Aceh, Pemerintah Aceh, DPRK, serta instansi terkait sangat diperlukan dalam menuntaskan persoalan ini. Selain sinergisitas, Partisipasi aktif masyarakat juga menjadi kunci dalam mendukung kebijakan zero gepeng di Banda Aceh.
Masih dengan Musriadi, jika langkah-langkah tersebut tidak segera diambil, maka fenomena ini akan terus berulang dan semakin sulit diatasi.
“Kami berharap pemerintah bersikap tegas dan mengambil langkah yang konkret serta berkelanjutan. Jangan biarkan Banda Aceh terus menghadapi masalah yang sama tanpa solusi nyata,” tutupnya. []