Oleh:Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad.
Dosen Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Kopelma Darussalam, Banda Aceh.
Tanggal 8 Februari adalah perjalanan kami dari Banyuwangi menuju ke arah Surabaya. Kami sempat berdiskusi dengan pemilik penginapan tentang jalur yang aman dan nyaman kami lalui. Dia menyarankan agar tidak melewati kota Semarang, karena masih di dalam kondisi banjir di beberapa lokasi. Hari itu juga, kami masih berjibaku mengisi nilai mahasiswa ke portal. Karena itu, diputuskan untuk check out pada hari ini dilakukan pada siang hari. Pakaian kami mulai mongering. Semua kelas sudah terisi nilainya. Banyak maklumat yang diberikan oleh pemilik home stay, khususnya jalur-jalur yang rawan begal.
Dia menuturkan bahwa target begal adalah truk-truk sembako dan para pengendara yang bersendirian. Aksi mereka cenderung dilakukan di malam hari. Sekali lagi, kami sangat dianjurkan untuk tidak riding di malam hari. Para begal ini, menurutnya, sudah sangat berpengalaman. Mereka tidak segan-segan memenggal kepala target, demi mencapai tujuannya. Dia tidak begitu tertarik menceritakan asal muasal para begal tersebut. Tetapi, dia hanya mengatakan mereka berkelompok, ketika melakukan aksinya. Mereka piawai meloncat ke bak-bak truk. Para begal sangat jarang beraksi di siang hari.
Jam 13:00 kami pun keluar dari penginapan. Inilah awal kami menjelajahi jalanan di Pulau Jawa. Harus diakui bahwa jalanan di Pulau Jawa sangat mulus, kendati banyak yang berlobang dan bergelombang. Keluar dari Banyuwangi, kami menikmati Pantai Utara Pulau Jawa. Saya berkendara tidak melewati angka 80 KM/jam. Karena selain tidak hapal situasi jalan, saya pun masih beradaptasi dengan kendaraan yang saya tumpangi. Hari itu, kami memang juga mencari bengkel atau tempat servis Kawasaki. Showroom Kawasaki memang ada di Banyuwangi, tetapi untuk mengganti lampu yang patah, petugas layanan mengatakan harus pesan terlebih dahulu.
Dari Banyuwangi kami tidak mengalami kendala apapun di jalanan. Karena bus dan truk tidak begitu ramai. Hanya saja, kami harus mencari kota terdekat untuk penginapan pada malamnya. Di sini, cara yang dilakukan adalah berkenderaan selama 1,5 jam. Setelah itu, kami beristirahat, sambil menikmati pemandangan yang ada di depan mata. Satu hal yang sangat menggoda para ibu-ibu, seperti istri saya adalah pantang melihat barang atau dagangan yang murah meriah. Setiap melihat dagangan yang ramah dengan kantong, langsung kami bandingkan dengan dagangan yang dijual di pinggir jalan di provinsi Aceh.
Pinggir jalan merupakan etalase perdagangan di republik ini. Di sini akan dijumpai warung atau restoran, jaringan waralaba, kounter HP, dan lain sebagainya. SPBU merupakan tempat yang paling banyak disinggahi. Tempat ibadah selalu menjadi incaran para musafir untuk menunaikan ibadah shalat. Karena itu, saya ingin mengatakan bahwa jalanan di Indonesia memang semacam pasar yang paling panjang. Kita tidak perlu masuk ke perkampungan untuk mencari apapun kebutuhan. Cukup melirik pinggir jalan sebagai tempat untuk berbelanja.
Adapun persimpangan atau perempatan jalan menjadi seni jalanan, disamping sebagai tempat peminta bagi mereka yang mencari sesuap nasi dan keperluan sehari-hari. Sebagai orang Aceh yang cepat terpancing emosi dan empati, istri saya selalu mempersiapkan uang recehan. Dia iba melihat “manusia perak” yang kepanasan di bawah terik matahari. Bahkan para peminta-minta memiliki seni di dalam mendapat simpati para pengendara. Alhasil, perempatan jalan menjadi tabungan amal bagi siapapun yang rezekinya lebih.
Sementara itu, fenomena meminta bantuan untuk pendirian rumah ibadah, rupanya saya jumpai dari Pulau Jawa hingga Pulau Sumatera. Kendati cara mereka berbahaya, tidak hanya bagi pengendara juga bagi mereka sendiri, namun mereka tetap berdiri kokoh di tengah jalan, sambil menanti uluran tangan para pengendara. Terkadang wajah mereka sudah perih di bawah terik matahari. Biasanya, para penunggu donasi akan dikawani oleh musik-musik islami dan juru bicara yang secara kontinu menitipkan pesan, agar para pengendara mau menderma sedikit uang mereka. Terkadang pecahan ribuan berterbangan di tengah jalan, karena para pengendara tidak bisa berhenti secara penuh. Para penunggu akan berlari mengejar pecahan ribuah tersebut, jika saat dilempar tidak masuk ke jaring mereka.
Harus diakui bahwa fenomena ini hanya berlaku bagi rumah ibadah dari umat Islam. Kemandirian umat perlu penjelasan dari perspektif memintan bantuan di pinggir jalan. Saya tidak ingin mengatakan bahwa ini merupakan budaya baru di dalam pendirian atau pemeliharaan rumah ibadah. Namun, setelah menjelajahi jalanan, saya agak takut mengatakan ini adalah hal yang baik, namun perlu ditinjau ulang. Terkadang anak-anak atau remaja di tengah jalan. Tidak hanya itu, di pulau Sumatera, tepatnya di Sumatera Selatan, para penunggu bantuan jalanan ini adalah kaum ibu-ibu. Semua upaya ini mungkin untuk mendatangkan rasa iba dari para pengendara, walaupun keamanan mereka di dalam taruhan.
Hari itu, target kami adalah kota Surabaya, namun jam menunjukkan pukul 17:00 WIB. Akhirnya kami memutuskan untuk menginap di Kota Probolinggo. Adapun cara kami mencari penginapan di setiap kota yang kami lewati adalah dengan berhenti di Indomaret. Setelah itu, melalui aplikasi pencarian penginapan online, kami akan mencari penginapan semurah mungkin. Budget kami untuk setiap penginapan tidak boleh melebihi angka 150 ribu. Bahkan, jika ada penginapan yang bagus dengan harga di bawah 100 ribu, maka penginapan itulah yang kami pilih. Setelah kami yakin dengan penginapan yang dipilih dan harga yang sesuai budget kami, maka kami akan membayarnya terlebih dahulu di Indomaret.
Paket diskon dari aplikasi memang sangat membantu kami di dalam mencari penginapan. Kemudian, ada lagi diskon dengan memasukkan kode-kode tertentu, hingga kemudian terkadang costumer service, terkadang heran mengapa kami bisa membayar dengan harga yang sangat miring. Jasa aplikasi penginapan secara online memang cukup banyak. Harga yang mereka tawarkan secara bervariasi dan berkompetisi. Salah satu cara menentukan penginapan yang baik adalah membaca hasil review para penginap sebelum. Berapa poin dari penginapan tersebut, pun menjadi alasan kuat kami untuk memilih penginapan pada setiap sore hari.
Namun, jika memilih penginapan yang tidak ada di aplikasi online, maka cara yang ditempuh adalah melihat mana saja penginapan yang banyak disinggahi oleh para sales. Biasanya, penginapan yang disinggahi oleh mereka dijamin bersih, aman, dan nyaman untuk ukuran kantong kami. Inilah tanda-tanda penginapan yang menjadi incaran kami. Akan tetapi, kami juga mendapatkan terkadang penginapan gratis, seperti di Yogyakarta dan Bandung. Di Yogyakarta, kami diajak untuk menginap di rumah CEO Selvas Production. Semetara di Bandung, kami berkesempatan menginap di rumah dinas Daniel Chardin.
Dari Banyuwangi rupanya kami harus bermalam di Probolinggo. Hari itu perjalanan memang menyusuri Pantai Utara Pulau Jawa. Terik matahari cukup terasa. Terkadang kami harus berhenti, jika sudah merasa kelelahan di atas sepeda motor. Selama perjalanan kami, hampir semua warga yang ditemui menunjukkan keramahan mereka. Terlebih lagi, jika mereka mengetahui bahwa kami akan pulang ke Banda Aceh dengan sepeda motor. Di sini banyak cerita yang unik, dimana beberapa warga dan sahabat yang kami jumpai sering mengungkapkan keheranan mereka, karena naik motor ke Banda Aceh. Ada yang tidak habis pikir. Ada pula yang menganggap ini adalah “bulan madu.” Tidak sedikit yang menganggap ini sebagai perjalanan yang penuh dengan tantangan dan memori yang akan dikenang. Ada juga yang menunjukkan sikap simpati dan hormat, jika bertemu dengan para rider yang memiliki hobbi touring.
Malah itu, kami menginap di salah satu losmen yang harganya cuma 90-an. Rupanya kamarnya sangat minimalis, yaitu hanya bermodalkan kipas angina untuk kamar harga segitu. Tetapi, kamar mandi tetap di dalam kamar. Losmen ini ini rupanya banyak disinggahi oleh mobil boks para sales. Kami mendapatkan jatah kamar di lantai dua. Penginapannya cukup bersih, walau minim peralatan untuk mandi.
Keesokan harinya, setelah Shubuh, kami akan check out. Target kami pada tanggal 9 Februari 2021 ini adalah ingin memperbaiki sepeda motor di Surabaya. Karena itu, untuk menghindari macet, kami pun bergegas untuk merayap di jalan raya menuju kota Surabaya. Salah satu kunci atau cara kami untuk mengejar satu daerah, jika ada keperluan atau jarak yang cukup jauh, adalah berkendara sebelum atau sesudah shalat Shubuh. Dengan begitu, kami akan savings jarak yang cukup jauh yaitu 150 km, sebelum kami sarapan pada jam 7:30 atau 8 pagi. Kondisi jalan yang sepi akan sangat membantu perjalanan kami, sebab jika sudah jam 9 pagi, jalanan mulai ramai. Supir truk mulai keluar. Bus mulai berangkat. Sepeda motor pun sudah mulai merayap di jalanan.
Strategi ini cukup jitu, sebab setelah sarapan, kami tidak lagi perlu terburu-buru, karenan jarak kota yang dituju tidak begitu jauh. Sehingga kami bisa santai saat berkendara. Kecepatan rata-rata hanya 50 sampai dengan 60 KM/jam. Begitu memasuki kota Surabaya, saya mulai merasakan berada di lautan sepeda motor. Sebagai pengendara dengan sepeda motor yang cukup besar untuk ukuran bodi saya, kesalahan di dalam melakukan belokan dapat berakibat fata. Misalnya, jika ada U-turn di depan, saya harus melihat sejauh mana keamanan saya dan yang saya bonceng, jika melakukan putaran. Sebab, jika haluan nya terlalu kecil, kendaraan yang tidak bersahabat di depan kami atau dari arah berlawanan dengan kami, maka saya harus ekstra hati-hati. Terlebih lagi, jika saya melakukan kesalahan saat mengambil jalur. Hal ini bisa dikarenakan jalurnya yang sangat macet, susah berbelok, dan jalan yang tidak aman jika saya berdiri, karena kendaraan saya dapat jatuh, disebabkan kaki saya yang tidak bisa menginjak tanah secara baik.
Sesampai di Kota Surabaya, kami pun langsung ke Showroom Kawasaki. Kami pun mengadu tentang apa yang kami alami di Pulau Bali. Sang pegawai mengatakan bahwa tidak ada barang dan harus pesan, jika mau menggantikan lampu sen. Awalnya kami tersentak dan kecewa, karena lampu ini sangat penting bagi kami yang akan menempun ribuan kilometer ke rumah kami di Banda Aceh. Namun, begitu dia mengecek di layar PC, rupanya ada barang yang sudah dipesan oleh pelanggan, namun tidak pernah diambil. Dan, barang tersebut adalah lampur sen yang cocok untuk Kawasaki Versys X 250. Sambil tersenyum, pegawai tersebut mengatakan bahwa saya dapat menggunakan barang ini, karena sudah begitu lama tidak diambil oleh pelanggan. Kami bersyukur.[]
Link video, silakan lihat di https://www.youtube.com/watch?v=BERZzj8HVKc