SAGOETV | BANDA ACEH – Pemerintah Aceh didorong untuk mengambil langkah strategis agar potensi gas sekitar 6 TCF lebih dari South Andaman dapat memberikan manfaat maksimal bagi pembangunan daerah. Sejumlah langkah perlu dilakukan guna memastikan pengelolaan migas ini menguntungkan bagi masyarakat Aceh.
Selain itu, Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) harus lebih proaktif dalam bernegosiasi dengan SKK Migas dan Mubadala Energy. Transparansi dalam setiap proses sangat penting guna mencegah mismanajemen dan memastikan keuntungan dari eksplorasi gas dapat dirasakan oleh rakyat Aceh.
Hal itu terungkap dalam podcast SagoeTV Selasa (11/3/2025) bersama Pratisi Migas Asal Aceh, Muhammad Dahlan dipandu host Dr. Tgk. M. Adli Abdullah.
Dalam podcast itu, ada beberapa hal penting diungkapkan seperti menjadikan Lhokseumawe sebagai shorebase, dimana Lhokseumawe memiliki infrastruktur peninggalan PT Arun yang masih dapat dimanfaatkan, termasuk pelabuhan dan fasilitas pemrosesan gas. Pemerintah Aceh harus meyakinkan investor bahwa Lhokseumawe adalah lokasi strategis untuk menjadi shorebase eksplorasi dan produksi. Jika terdapat kendala regulasi atau logistik, langkah penyelesaian harus segera diambil.
Selain menjadikan Lhokseumawe sebagai shorebase, Dahlan yang menjabat Manajer Onshore Installation, ENI Indonesia sejak Tahun 2022, ENI Perusahaan Gas terbesar Italia. Ia juga menyebutkan bahwa, Pemerintah Aceh diharapkan dapat menghidupkan kembali industri petrokimia dan pupuk, seperti Pupuk Iskandar Muda (PIM), serta mendorong investasi pada sektor industri turunan seperti LNG dan metanol guna menciptakan nilai tambah bagi daerah.
Aceh, kata Dahlan, harus memperjuangkan hak pengelolaan dan pembagian hasil sesuai Undang-Undang Otonomi Khusus serta PP Nomor 23 Tahun 2015. “Jika Aceh hanya memperoleh 30 persen dari hasil eksplorasi lepas pantai, strategi negosiasi harus diperkuat agar dampak ekonomi tetap maksimal bagi masyarakat,” ujarnya.
Yang terpenting, kata mantan Karyawan Exxon Mobil itu adalah pemerintah Aceh perlu menarik tenaga ahli asal Aceh yang bekerja di luar negeri di sektor migas dan membuka peluang kerja bagi tenaga lokal. Kolaborasi dengan universitas dan lembaga pelatihan menjadi langkah penting dalam menyiapkan SDM yang kompeten.
Lebih lanjut, Aceh sebagai pemilik harus memastikan pengelolaan migas bebas dari praktik korupsi dan premanisme. Pembentukan tim pemantau independen menjadi langkah strategis agar proyek ini berjalan sesuai kepentingan masyarakat.
Blok Andaman dan Potensi Ekonomi
Sebagai praktisi Migas yang lama berpengalaman Supervisor Operasi – ADNOC Sour Gas Abu Dhabi, Dahlan menyebutkan bahwa Blok Andaman memiliki beberapa wilayah eksplorasi, seperti Andaman 1 dan 2 yang dekat dengan Aceh Utara, serta Andaman 3 di sekitar Pidie dan Pidie Jaya. Sementara itu, Tangkulo 1 di dekat Bireuen berpotensi besar bagi Lhokseumawe.
Andaman 2 telah memasuki tahap eksplorasi dengan perusahaan seperti Harbor Energy. Sementara itu, cadangan gas di Tangkulo oleh Mubadala Energy yang berjarak 166 km dari Banda Aceh harus dimanfaatkan secara optimal untuk menghidupkan kembali Arun di Lhokseumawe.
Untuk itu, sebagai putra daerah yang sangat memahami seluk beluk Migas, pihaknya menyarakan agar cadangan migas ini dapat dimanfaatkan dengan optimal.
“Gubernur harus membentuk tim khusus untuk menangani eksplorasi dan investasi migas serta berkoordinasi intensif dengan pemerintah pusat dan SKK Migas,” saran M Dahlan.
Juga turut memastikan infrastruktur pemrosesan gas dibangun di Lhokseumawe dengan menempatkan sistem metering di darat untuk transparansi dan akuntabilitas.
“Dengan langkah-langkah strategis ini, sektor migas di Aceh diharapkan dapat berkembang secara berkelanjutan dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat,” harapnya [MM]