Oleh: Kamaruzzaman Bustamam Ahmad.
Penulis Buku 6 Volume, Acehnologi.
Salah seorang Guru saya yang merupakan mantan Duta Besar di salah satu negara di Timur Tengah pernah mengatakan bahwa dalam ilmu diplomasi, jika ada satu helai rambut yang bisa memperkokoh hubungan antara kedua negara, maka sehelai rambut tersebut perlu dijaga, untuk kepentingan kedua negara tersebut.
Demikianlah memori saya ketika melihat kebersamaan rektor USK dan UIN Ar-Raniriry baru-baru ini di Darussalam. Foto-foto kebersamaan mereka disebarkan ke media sosial, seolah-olah selama ini antara UIN Ar-Raniry USK sudah lama menanti momen tersebut.
Bagi saya, hubungan UIN Ar-Raniry dan USK bukan hanya pada sehelai rambut, melainkan ribuan helai rambut, yang sama sekali tidak dapat memisahkan antara kedua kampus kebanggaan masyarakat Aceh.
Beberapa mahasiswa saya di UIN Ar-Raniry juga merupakan mahasiswa di USK. Beberapa dosen di USK juga kolega saya selama bertahun-tahun. Beberapa dosen UIN Ar-Raniry juga mengajar di USK. Demikian juga sebaliknya, tidak sedikit dosen USK yang mengajar di UIN Ar-Raniry.
Beberapa publikasi jurnal yang bereputasi internasional (Scopus dan WOS), juga kerap melibatkan penulis dari USK dan UIN Ar-Raniry. Baru-baru ini, dosen UIN Ar-Raniry berkolaborasi dengan dosen USK untuk melakukan penelitian dari dana penelitian yang cukup bergengsi di republik ini. Dosen USK sering dijadikan narasumber di UIN Ar-Raniry. Dosen UIN Ar-Raniry juga demikian, dimana sering diundang di kampus USK.
Semua helaian rambut hubungan antara UIN Ar-Raniry dan USK di atas adalah fakta yang tidak dapat dikesampingkan. Hubungan kedua kampus tersebut sudah menyejarah dan membudaya dalam masyarakat Aceh.
Hubungan kekeluargaan antara civitas akademika UIN Ar-Raniry dan USK pun selalu muncul dalam masyarakat. Diluar kampus, mereka merupakan teman, sejawat, famili, kolega, dan terkadang memiliki tali persaudaraan.
Karena itu, ketika ada masa hubungan UIN Ar-Raniry dan USK hendak memutuskan satu helai demi helai jalinan persaudaraan, hampir semua civitas akademika yang saya jumpai sangat menyayangkan.
Disini faktor tidak adanya komunikasi, saling menghargai, dan saling menghormati, hampir saja merusak persaudaraan kedua institusi pendidikan di Darussalam. Mereka selalu berbisik bahwa setiap masalah bisa diselesaikan dalam bingkai komunikasi yang intensif, saling menghargai, dan saling menghormati.
Ketika Prof. Mujiburrahman dan Prof. Marwan duduk semeja dengan penuh ketulusan dan ramah tamah, maka ketiga hal di atas menjadi muncul. Komunikasi orang Aceh bisa terwujud dalam segelas kopi atau nasi bungkus.
Saling menghargai dapat dilihat dari bahasa tubuh pejabat dari UIN Ar-Raniry dan USK, dimana mereka seperti menginginkan momen-momen kebersamaan. Saling menghormati merupakan ciri khas pemimpin yang piawai dalam membina hubungan diplomasi dengan berbagai pihak.
Tentu saja, komunikasi simbolik harus dapat diterjemahkan dengan perilaku saling terbuka untuk bahu-membahu membangun pendidikan di Aceh. USK sudah mampu bersanding dengan kampus-kampus besar lainnya di Nusantara. Demikian pula, UIN Ar-Raniry pun sudah menunjukkan beberapa poin penting dalam pengembangan pendidikan keagamaan di PTKIN.
Hubungan untuk saling bahu membahu tentu saja dengan semakin mengakrabkan civitas akademika dari kedua kampus tersebut. Jika ada program atau kerja sama yang dapat dilakukan secara bersama-sama, kedua pimpinan kampus ini harus benar-benar mendukung secara aktif.
Masalah yang muncul di lapangan tentu saja tidak dapat dielakkan. Namun dengan semakin menjaga helaian demi helain rambut yang menghubungkan UIN Ar-Raniry dan USK, tentu semua masalah dapat dibahas dan diselesaikan dalam satu cangkir kopir di Darussalam.
Bagi saya, momen kebersamaan dua rektor ini, dimana mereka baru saja naik sebagai pucuk pimpinan di kampus masing-masing, harus mampu membawa angin segar perubahan dunia pendidikan di Darussalam. Sebab, ketika di Darussalam telah menunjukkan kesantunan dalam berdiplomasi, maka rakyat Aceh akan melihat ini sebagai kabar gembira (haba mangat).
Ketika saya menonton film Fast and Furious, ada satu momen penting, ketika selesai perlombaan balapan mobil, Dominic Toretto mengatakan kepada lawan balapnya, dimana dia tidak menginginkan hadiah dari perlombaan tersebut. Toretto hanya mengatakan “just show your respect!” (tunjukkan rasa hormat kamu!).
Persaingan atau perlombaan selalu menghasilkan seorang pemenang. Namun ketika rasa hormat yang dikedepankan oleh sang juara, maka siapapun yang ikut dalam perlombaan tersebut akan mendapatkan perasaan sang juara.
Sikap menunjukkan rasa hormat dan mengedepankan wibawa akademik, jika saya boleh tambahkan, akan memperkuat hubungan kekeluargaan antara UIN Ar-Raniry dan USK.
Jika ada dua Lembaga yang sudah tidak memiliki rasa hormat dan tidak menganggap mitranya sebagai suatu keluarga besar, maka apapun keberhasilan, pada ujungnya adalah hanya angka semata. Dalam film Fast dan Furious, salah satu kepentingan yang dikawal oleh Dominic Toretto adalah kepentingan keluarga besarnya.
Jadi, apapun halangan dan rintangan, jika perasaan sebagai bagian dari keluarga besar dijaga, maka masalah tersebut akan menjadi sangat kecil adanya. Semangat meu tem-tem (saling ada kemauan) dan meu tung-tung (saling ada menerima antara satu sama lain) adalah semangat awal sejarah pembangunan di Darussalam.
Saya menjadi warga akademik di Darussalam sejak tahun 2008. Selama hampir 13 tahun telah menyaksikan berbagai dinamika di kawasan ini. Ketika AJRC pertama dibentuk, saya telah sempat keluarga masuk di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Ketika Fakultas FISIP, saya pernah menjadi dosen luar biasa di fakultas tersebut.
Bahkan saya pernah menjadi pengajar di salah satu program magister di kampus USK. Bahkan dalam masa Pandemi Covid-19, saya juga pernah memberikan kuliah umum melalui unit MKU yang diikuti oleh ribuan mahasiswa USK.
Ketika menjadi kaprodi di Fakultas Syariah dan Hukum, saya hapal betul beberapa dosen USK yang mengajar di kampus kami. Beberapa dosen USK pun diundang untuk memberikan kuliah umum.
Artinya, pada level akar rumput, kami masih merasakan bahwa antara USK dan UIN Ar-Raniry adalah keluarga besar. Hubungan kedua kampus ini memang seperti rambut yang sudah uban.
Orang yang uban rambutnya, maka disana biasanya kebijaksanaan hidup muncul. Kalau diibaratkan USK dan UIN Ar-Raniry sebagai pasangan, maka sesungguhnya dia sudah memiliki cucu dan cicit di seluruh penjuru Tanah Rencong. Saat ini, kedua penjaga keluarga ini muncul dengan niat baik, untuk kembali menjadi keluarga besar yang tidak akan hancur, walaupun datang berbagai halangan dan rintangan.
Note: Tulisan ini telah tayang di situs personal kba13.com