SAGOE | BANDA ACEH – Penjabat Gubernur Aceh Dr. H. Safrizal ZA, M.Si., membuka pameran USAID bertema Kemitraan yang Tangguh, di Museum Tsunami Aceh, Minggu, 10/11/2024. Menurutnya Masyarakat Aceh menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pemerintah dan masyarakat Amerika Serikat atas dukungan yang diberikan selama proses pemulihan pasca-bencana tsunami pada 2004 silam.
“Masyarakat Aceh pasti mengingat dan berterima kasih kepada pemerintah dan masyarakat Amerika Serikat atas bantuan yang cepat dan tulus. Dukungan ini menjadi bagian tak terlupakan dari sejarah pemulihan kami,” ujar Safrizal.
Pameran “Kemitraan yang Tangguh” ini diselenggarakan dalam rangka memperingati 20 tahun kerja sama antara Indonesia dan Amerika Serikat yang dimulai sejak hari-hari penuh kegetiran pasca-tsunami. Bencana tersebut tidak hanya mengguncang Aceh, tetapi juga menggugah solidaritas internasional yang turut memainkan peran dalam proses pemulihan.
Safrizal menyampaikan, tragedi Tsunami membawa memori yang menginspirasi kesadaran baru akan pentingnya kesiapsiagaan dan kolaborasi dalam menghadapi bencana yang tidak dapat diprediksi. “Bencana seperti gempa dan tsunami bisa terjadi kapan saja, dan tak seorang pun dapat memperkirakannya dengan pasti. Namun, dari tragedi itu, kita belajar bahwa kesiapsiagaan dan bantuan cepat dapat menyelamatkan banyak nyawa,” ujarnya, seraya mengingat kembali pengalaman pribadinya menyaksikan bantuan darurat yang datang dari Amerika Serikat.
Safrizal juga mengenang kedekatan (posisi) militer Amerika Serikat dengan Aceh kala itu. Kapal induk AS, USS Abraham Lincoln, kebetulan tidak jauh dari wilayah Aceh saat bencana terjadi, sehingga bisa merespons dengan sangat cepat. “Saya ada di Aceh saat itu dan melihat langsung bagaimana militer Amerika memberikan bantuan dan mengevakuasi korban bencana. Bantuan mereka datang pada saat yang sangat krusial,” kenangnya.
Safrizal berharap agar kemitraan yang telah terjalin dapat menginspirasi generasi mendatang. “Pameran ini bukan hanya mengenang tragedi, tetapi menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus belajar dan mempersiapkan diri. Kita semua berharap bahwa dengan belajar dari masa lalu, Aceh dan Indonesia dapat semakin tangguh menghadapi masa depan,” ujar dia.
Pameran yang diselenggarakan USAID ini bertujuan untuk mengenang tragedi tersebut sekaligus membagikan cerita ketangguhan dan solidaritas internasional yang tercipta. Jeff Cohen, Direktur USAID Indonesia, mengatakan, dua dekade lalu, saat tsunami menerjang Aceh, Amerika Serikat berdiri bahu membahu dengan Indonesia. “Pameran ini mengenang mereka yang hilang sekaligus merayakan semangat luar biasa masyarakat Aceh dan dampak kuat dari kemitraan internasional.”
Dalam pameran ini, pengunjung dapat menyaksikan berbagai artefak, tampilan visual, dan elemen interaktif yang mengisahkan bagaimana Amerika Serikat berkontribusi dalam membangun kembali Aceh. Melalui USAID, Departemen Pertahanan, dan lembaga lainnya, AS mengalokasikan bantuan senilai lebih dari 400 juta dolar AS yang memberikan dampak langsung kepada lebih dari 580.000 warga Aceh yang terdampak bencana.
Selain itu, USAID juga menayangkan tiga film dokumenter mini yang menyoroti dampak dan kisah di balik rekonstruksi Aceh. Film-film ini mengangkat pembangunan jalan Banda Aceh-Calang sepanjang 146 kilometer, revitalisasi industri kopi Gayo di Aceh, serta peningkatan kemampuan mitigasi bencana di Indonesia.
Brigadir Jenderal Carla River dari Komando Indo-Pasifik AS, mengungkapkan rasa bangga atas kesempatan hadir di peringatan ini dan menegaskan kembali komitmen AS dalam melanjutkan kemitraan jangka panjang dengan Indonesia. “Pada 2004, dalam waktu 36 jam sejak permintaan bantuan dari Presiden Indonesia, pesawat militer AS yang berbasis di Jepang sudah berada di Aceh untuk membantu. Tidak lama kemudian, USS Abraham Lincoln dan Kapal Induk Mercy datang untuk membantu penanganan medis dan evakuasi,” ujar Carla, memuji ketangguhan masyarakat Aceh.
Pameran “Kemitraan yang Tangguh” ini terbuka untuk umum hingga Juni 2025 di Museum Tsunami Aceh dan diharapkan menjadi sarana edukasi bagi generasi muda untuk memahami pentingnya kolaborasi internasional dan ketangguhan dalam menghadapi bencana. []