SAGOETV | BANGKOK – Ramadhan selalu menghadirkan kisah dan pengalaman yang berbeda di setiap tempat. Tahun ini, saya menjalani ibadah puasa di Bangkok, Thailand, di tengah komunitas Muslim yang merupakan minoritas, hanya sekitar 5,4 persen dari total penduduk. Meski demikian, semangat mereka dalam beribadah begitu luar biasa, seolah tak terpengaruh oleh status mereka sebagai kelompok kecil di negeri Gajah Putih ini.
Di Thailand, awal Ramadhan tahun ini jatuh pada Ahad, 2 Maret 2025, sehari lebih lambat dibandingkan Indonesia. Kini, memasuki hari kelima puasa, suasana ibadah di Masjid Jawa Bangkok terasa begitu hidup. Meski cuaca Bangkok cukup panas, tak menyurutkan langkah para jamaah untuk datang ke masjid, bahkan dari tempat yang cukup jauh.
Salah satu yang rutin hadir adalah Tengku Bobby Kamaruzzaman, seorang pemuda Aceh yang telah bertahun-tahun menetap di Bangkok dan bekerja di perusahaan Facebook. Selain aktif dalam komunitas Muslim, ia juga sering membawa wisatawan dari Aceh dan Indonesia untuk merasakan pengalaman beribadah di Masjid Jawa.
Keistimewaan Jelang Berbuka
Setiap sore menjelang magrib, halaman dan ruang utama Masjid Jawa mulai dipenuhi jamaah. Suasana semakin semarak saat tiba waktu berbuka puasa. Sebelum berbuka, jamaah bersama-sama membaca Yasin dan tahlil, yang kemudian ditutup dengan doa oleh dua ustaz secara bergantian. Tradisi ini semakin mempererat rasa kebersamaan di antara para jamaah yang berasal dari berbagai latar belakang.
Menu berbuka di masjid ini pun selalu bervariasi dan lezat. Setiap hari, hidangan berbeda disajikan, memastikan jamaah tidak merasa bosan. Namun, ada satu hal yang selalu tersedia: pilihan antara air jahe hangat dan sirup dingin. Dua minuman khas ini menjadi favorit bagi para jamaah, memberikan kesegaran setelah seharian berpuasa di bawah terik matahari Bangkok.
Selain itu, aneka kue, buah-buahan khas Thailand, serta nasi lengkap dengan lauk pauk yang berbeda setiap harinya, tersaji di atas talam di setiap meja. Tradisi makan bersama setelah shalat magrib semakin memperkuat rasa kekeluargaan di antara para jamaah.
Kental Nuansa Jawa
Pelaksanaan shalat tarawih di Masjid Jawa Bangkok tidak jauh berbeda dengan di Aceh. Shalat dilakukan sebanyak 20 rakaat, ditambah dengan witir tiga rakaat. Namun, ada satu hal yang unik: nuansa langgam Jawa yang begitu kental. Saat bilal melantunkan shalawat di setiap rakaat, keindahan nada Jawa terasa begitu khas. Bahkan, doa penutup pun dilantunkan dengan aksen Jawa yang merdu, meskipun sebagian besar jamaah sebenarnya tidak bisa berbahasa Jawa. Ini menjadi pengalaman spiritual yang unik, menghadirkan suasana khas Nusantara di negeri orang.
Semangat ibadah di Masjid Jawa tak hanya terasa saat berbuka puasa dan tarawih. Menjelang sepuluh malam terakhir Ramadhan, masjid ini juga akan menggelar qiyamul lail. Tahun ini, saya mendapat kehormatan untuk menjadi imam qiyamul lail di masjid ini. Sebagai imam tetap di Masjid Baitussalihin dan Masjid Sabilil Jannah Ulee Kareng, Banda Aceh, saya merasa bangga bisa berbagi pengalaman spiritual dengan saudara-saudara Muslim di Bangkok.
Ramadhan di negeri minoritas memang menghadirkan pengalaman yang berbeda. Di tengah keterbatasan jumlah, semangat mereka dalam beribadah justru terasa semakin kuat. Masjid bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga rumah bagi mereka yang merindukan suasana keislaman di tanah perantauan. Dan di Masjid Jawa Bangkok, saya merasakan kehangatan persaudaraan yang begitu erat, menjadikan Ramadhan kali ini begitu berkesan dan penuh makna. []
Tgk. Muhammad Sayuti Arakeumudi melaporkan dari Bangkok