Oleh: Nurjannah.
Penulis adalah Mahasiswi Prodi PGMI, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), IAIN Langsa,
Kita sadari bahwa kini kita tengah hidup di zaman modern yang segalanya serba canggih. Dimana dunia saat ini telah mengalami kemajuan yang amat pesat baik dari bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi informasi. Tentu hal ini menuntut kita untuk terus meningkatkan literasi.
Mungkin kita tidak asing lagi mendengar istilah literasi. Lantas tahukah apa itu literasi?, ketika saya mencoba menanyakan hal ini kepada teman sebaya yang pada umumnya adalah generasi milenial sebagian besar dari mereka tidak paham arti dari literasi itu sendiri. Rendahnya tingkat kepekaan kepada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi menjadikan generasi milenial Indonesia saat ini jauh tertinggal dengan bangsa lain.
Literasi sendiri sederhananya diartikan sebagai kemampuan atau keterampilan membaca, menulis dan menyimak. Dengan menerapkan budaya literasi tentu Indonesia dapat melahirkan generasi unggul dalam berbagai bidang keilmuan. Berbicara mengenai literasi, pada hakikatnya literasi pertama kali muncul sejak diturunkannya wahyu pertama yakni surah Al-‘Alaq ayat pertama yang berbunyi Iqra’ bermakna bacalah. Diikuti dengan perintah menulis pada ayat keempat Alladzi ‘Allama bilqalam bermakna yang memerintahkan menulis dengan pena. Hal itulah yang menjadi dasar lahirnya budaya literasi itu sendiri. Untuk itu jika ditinjau dari sejarah Islam, Al-Qur’an dan literasi memiliki keterkaitan erat satu sama lain.
Berdasarkan hasil riset IIQ (Institut Ilmu Al-Qur’an) pada tahun 2018, di Indonesia tingkat buta huruf Al-Qur’an sangatlah tinggi, tercatat 65 % masyarakat Indonesia yang buta huruf Al-Qur’an. Melihat data diatas dapat kita simpulkan bahwa literasi Al-Qur’an masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Lantas apa sih literasi Al-Qur’an itu?, literasi Al-Qur’an sendiri merupakan suatu keterampilan atau kemampuan seseorang dalam penguasaan membaca Al-Qur’an, menterjemahkan, memahami makna, dan mentadabburinya.
Jadi perlu digarisbawahi bahwa Al-Qur’an tidak hanya berperan sebagai bacaan dan hafalan melainkan esensi dari Al-Qur’an itu sendiri yakni mengaplikasikan nilai-nilai kandungannya dalam setiap sendi kehidupan. Rendahnya literasi Al-Qur’an di kalangan generasi muda dapat menimbulkan berbagai penyimpangan seperti krisis akhlak, pelemahan karakter bahkan radikalisasi agama.
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang terpelihara teks dan kandungannya sampai hari kiamat kelak. Bahkan Al-Qur’an telah menyiapkan solusi untuk semua persoalan kehidupan manusia. Ajaran Al-Qur’an sangatlah relevan sepanjang masa. Kemajuan dan kehebatan Al-Qur’an pun mampu menjadi inspirasi kemunculan peradaban dunia. Betapa banyak disiplin ilmu yang terlahir berkat kajian terhadap Al-Qur’an. Penemuan-penemuan baru oleh para ilmuan pun tercipta tersebab Al-Qur’an. Betapa banyak ide brilian dan pemikiran hebat yang terlahir karena Al-Qur’an. Sebut saja Alfarabi, Alkhawarizmi, Aljabar, Ibnu sina, Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyid, dll. Mereka adalah contoh cendekiawan muslim yang sangat berpengaruh terhadap peradaban dunia.
Indonesia sebagai salah satu negara muslim terbanyak di dunia hendaknya mampu mencetak generasi cendekiawan muslim yang gemilang di masa yang akan datang melalui penguatan Literasi Al-Qur’an. Telah tercatat dalam sejarah bahwa di negara Indonesia tercinta ini kita juga mempunyai ilmuan muslim yang sangat kuat budaya literasinya yakni almarhum Profesor BJ Habibie sang bapak teknologi yang juga merupakan penggagas lahirnya Ikatan Cendekiawan Musim Indonesia (ICMI).
Selain itu dari kalangan ulama ada almarhum Profesor Buya Hamka yang digelari ulama terbesar se Asia Tenggara yang memiliki budaya literasi tinggi. Meskipun raga mereka sudah tak ada di dunia namun jasanya untuk peradaban dunia khususnya Indonesia akan tetap terkenang sepanjang masa. Sudah sepatutnya kita generasi penerus bangsa iri dan terinspirasi dari para ilmuan dan cendekiawan muslim yang mampu melahirkan pemikiran brilian dan karya-karya mereka berkat kajian mereka terhadap kitab suci Al-Qur’an.
Langkah awal menuju gerbang menjadi cendekiawan muslim dimulai dari penguatan literasi Al-Qur’an di lembaga pendidikan. “Kegiatan literasi Al-Qur’an harus dimulai sejak usia dini, tentunya peran orang tua di rumah sangatlah dibutuhkan dalam hal ini. Selain itu lembaga pendidikan di Aceh seperti sekolah, TPA, dayah, pesantren dan perguruan tinggi sudah sepatutnya melakukan penggalakan kegiatan literasi Al-Qur’an sebagai wadah pembentukan kader cendekiawan muslim di masa depan. Terutama harapan besar penguatan literasi Al-Qur’an ini dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya para generasi muda di wilayah serambi mekah ini.” Ujar Aslim, salah seorang guru pesantren MUQ Langsa. Dalam hal ini tentunya para generasi muda diharapkan dapat menyibukkan diri dengan kegiatan literasi Al-Qur’an seperti ikut serta dalam kegiatan halaqah tahsin, tahfidz, dan tafsir yang diadakan oleh berbagai lembaga di Aceh khususnya di kota Langsa.
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Langsa, Dr. Zainal Abidin, M.A menerangkan bahwa literasi Al-Qur’an menjadi kunci lahirnya gagasan dan kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan terutama bagi kalangan mahasiswa. “Pembentukan literasi Al-Qur’an bagi mahasiswa sangat penting sekali apalagi di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), pentingnya bahwa semua kajian keislaman itu menggunakan literasi yang berbahasa Arab, bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Arab, dengan demikian setiap mahasiswa harus memahami bahasa Arab baru bisa memahami bahasa Al-Qur’an. Dengan menguasai bahasa Arab tentu bisa memahami isi kandungan Al-Qur’an. Sebaliknya jika tidak mampu memahami Al-Qur’an sebagai sumber utama tentu seseorang itu tidak bisa mengembangkan keilmuannya karena setiap kegiatan keilmuan itu basisnya adalah Al-Qur’an,” tutur Zainal Abidin.
Lebih lanjut Zainal Abidin menyatakan salah satu bentuk penerapan literasi Al-Qur’an bagi mahasiswa yaitu melalui penetapan mata kuliah yang diajarkan. “Proses penyelenggaraan literasi Al-Qur’an di lingkungan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Langsa dilakukan melalui mata kuliah tahsin, tahfidz, tajwid, ‘Ulumul Qur’an, bahasa Arab, tafsir, kaligrafi yang memberikan basis keterampilan literasi Al-Qur’an. Kampus IAIN Langsa sendiri membuat kebijakan bagi mahasiswa yang tidak mampu membaca Al-Qur’an maka tidak bisa mengikuti sidang hingga ia mampu membaca Al-Qur’an dengan baik. literasi Al-Qur’an sebagai basis untuk melakukan pengembangan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa,” papar Zainal Abidin.
Sehingga perlu digarisbawahi bahwa dengan adanya penguatan literasi Al-Qur’an di lembaga pendidikan maka diharapkan dapat menjadi pintu gerbang khazanah Islam dengan ikut melahirkan para generasi penerus bangsa yang memiliki pemikiran-pemikiran brilian serta mampu melakukan pengembangan ilmu pengetahuan secara lebih luas.
Hal ini memberikan gambaran bahwa penguatan literasi Al-Qur’an di lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal sangatlah penting untuk menentukan masa depan Aceh yang gemilang mampu menjadi salah satu daerah yang berperan mencetak kader cendekiawan muslim Indonesia. Mari kita semua menggerakan literasi berbasis al-Quran pada lembaga pendidikan, supaya melahirkan generasi yang berdaya saing tinggi. []