Tadi saat berada di kampus, ada pertanyaan mini: apa yang tidak mampu dikerjakan jika sudah disiapkan dengan baik? Menurut saya, benar. Ketika kita berpikir, muncul upaya dan kekuatan untuk menyiapkan. Lebih jauh, kita bahkan bisa menyiapkan langkah-langkah strategis secara berlapis. Jika langkah yang satu gagal, jika sudah memikirkan langkah lain untuk mengantisipasinya.
Sebagian kita sering menyiapkan demikian dalam hidup. Tetapi ada yang juga mulai dilupakan. Soal bagaimana cueknya sebagian mahasiswa dalam kuliah, menjadi satu contoh tentang seperti tidak pentingnya persiapan. Para penuntut ilmu, datang ke kampus, masuk ke ruang, melihat para pengajar memberi materi, tanpa mencatat, apalagi menelusuri bahan-bahan yang digunakan, yang sesungguhnya sudah bebas didapatkan dalam dunia maya. Tidak ada lagi bahan kuliah yang berbatas. Semua sudah bisa dicari dengan berselancar bebas di dunia awan. Namun proses demikian, hanya dilakukan oleh mereka yang punya persiapan.
Orang yang berhasil, saya meyakini mereka yang sudah menyiapkannya secara baik, lalu berusaha mencapainya dengan langkah-langkah strategis yang juga sudah dipikirkan dengan baik. Bagi saya, termasuk mereka yang berhasil dalam ibadah. Orang-orang yang merasa bahagia dan menunggu untuk melakukan ibadah, seperti pada bulan Puasa itu, pasti sudah menyiapkannya jauh-jauh hari. Ibadah di dalamnya juga sudah ditunggu untuk dilaksanakan dengan baik. Bukan asal-asal. Barangkali orang-orang demikian yang akan mendapat kompensasi yang dijanjikan oleh Pencipta.
Saya menamsil lagi pada olahraga: khususnya sepak bola. Memenangkan pertandingan, dengan kerja keras dan persiapan yang nyata. Olahraga ini juga memiliki dampak lain, yakni pada ekspresi liar para penontonnya. Katakanlah seperti meluapkan kegirangan dengan girang, yang kerap melupakan orang-orang sekelilingnya. Untuk konteks ini, untung Puasa ini tidak berpapasan dengan even penting seperti Piala Dunia (World Cup) atau Piala Eropa dan Copa Amerika. Beberapa tahun lalu, sejumlah ajang itu pernah terjadi berpapasan dengan Puasa.
Olahraga semacam sepak bola memiliki daya pikat tersendiri. Itulah alasan mengapa beruntung sekali tidak di bulan suci ini. Sekiranya berpapasan, kita lalu mendengar bersamaan hiruk pikuk ibadah malam dengan mereka yang bersorak-sorai karena tim yang disukainya membuat gol. Bahkan betapa sebagian penonton tidak bisa menahan diri, walau disadari tempat nonton yang tidak jauh dari tempat ibadah. Tontonannya banyak ditunggu, walau pada waktu yang seharusnya tidak diperuntukkan untuk menonton sesuatu. Orang rela menunggu dan mempersiapkan diri untuk mendapatkan tontonan tersebut.
Bayangkan, pertandingan-pertandingan yang malam larut, ditunggu dan ditonton hingga tuntas. Ada kecenderungan banyak orang yang menghidupkan warung kopi atau tempat tontonan ketimbang menghidupkan ibadah malam. Sedangkan Copa Amerika, berlangsung dari subuh hingga menjelang tengah hari.
Berbicara bagaimana dua benua itu saling tarik-menarik. Dalam sepak bola, Eropa dianggap sebagai kekuatan mapan yang menentukan kualitas sepak bola dunia. Salah satu indikator mapan, karena orang dari berbagai penjuru dunia, seolah baru merasa berkelas ketika ia menjadi bintang di Eropa. Sebegitu berhasil hal itu dibangun. Otomatis di belahan dunia lain, ketika hajatan berlangsung di Eropa, banyak pemain yang merumput di Eropa menjadi menganggur. Lalu diinisiasi agenda yang sama untuk mencoba mengimbangi. Paling tidak, dalam konteks hiburan, mereka yang dari luar Eropa selama ini bermain di Eropa, tidak terlalu terpana dengan agenda sepak bola Eropa. Sebaliknya, dengan adanya agenda di benua sendiri, akan membagi pandangan mata mengenai kemajuan olahraga ini.
Inilah fenomena sepak bola, yang dari hari ke hari sesuatu yang bermain di dalamnya kian terukur. Inilah hal kecil yang ingin saya lukiskan, yakni mengenai waktu dalam pertandingan. Wasit sangat ketat dalam memegang waktu, walau beberapa detik saja. Lebih atau kurang beberapa detik, hanya terjadi dalam beberapa pertandingan saja, yang biasanya disebabkan karena ada berbagai kejadian selama pertandingan. Selama pertandingan normal, maka pertandingan akan berhenti pada sejumlah waktu normal dan perpanjangan waktu. Meniup peluit secara tepat, karena di lapangan sepak bola, ternyata waktu beberapa detik itu bisa membuat keadaan berubah. Banyak hal bisa terjadi hanya dalam beberapa detik saja. Makanya waktu sangat diperhitungkan oleh wasit.
Tentu posisi waktu ini sudah seharusnya menjadi agenda yang tidak boleh terlalu mudah melewatkan banyak waktu. Harus dibayangkan bahwa dalam beberapa detik, semua bisa berubah. Orang yang dalam posisi baik, dengan beberapa detik berpeluang berubah untuk menjadi tidak baik, jika stamina untuk berbuat baik itu tidak dijaga. Jadi hasil akhir yang baik, harus disadari bahwa bisa saja dirusak oleh secuil perbuatan dan dalam waktu yang beberapa detik saja. Kesalahan fatal tidak hanya bisa muncul dalam waktu yang berhari atau bertahun. Seorang manusia yang tidak bisa mengelola keadaannya, justru bisa hancur dalam waktu yang singkat.
Jika dalam sepak bola, waktu per detik itu bisa mengubah berbagai keadaan, konon lagi dalam kehidupan aslinya, di luar sepak bola. Dalam kehidupan manusia, posisi waktu menjadi sangat penting. Sudah seharusnya orang menggunakan waktu secara tepat, cermat, dan terukur. Jangan membuang-buang waktu begitu saja. Jangan melewatkan waktu begitu mudah. Apalagi dalam waktu bulan suci ini.
Untuk urusan kehidupan, apapun bisa terjadi dalam waktu beberapa detik. Maka jalan keluarnya adalah menggunakan waktu itu harus dihitung mulai dari per detik. Tidak membiarkan waktu berlalu walau detik per detik begitu saja. Kita harus menjaga waktu walau dalam beberapa detik, karena ketika waktu tidak dijaga, kita tidak tahu bahwa dalam waktu beberapa detik itu bisa muncul kebaikan atau keburukan yang fatal.
Itulah alasan, mengapa saya menggunakan tamsilan sepak bola untuk ibadah penting seperti puasa. Mudah-mudahan menjadi bayangan betapa kita tidak boleh bermain-main dengan puasa. Maka idealnya, kita akan mempersiapkannya dengan baik, jika ingin mencapai hasil yang sempurna.
Bulan Puasa, seharusnya menjadi momentum penting bagaimana kita menyiapkan segala sesuatu untuk merealisasikan. Sebagaimana orang suka sepak bola yang mampu mempersiapkan diri walau di dini hari, seharusnya untuk hal-hal penting semacam ibadah malam, kita lebih mampu dari fenomena itu. Yakinilah, kita akan mampu dengan mempersiapkan diri yang lebih baik. Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.
[es-te, Jumat, 7 Puasa 1446, 7 Maret 2023]