Oleh: Sahlan Hanafiah
Staf Pengajar Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar Raniry
Saya tak menyangka akan seperti itu. Berbekal kenangan indah masa kuliah dulu di tahun 90-an, saya mengajak keluarga ke pantai Ujong Batee. ”Jangan ke Lhoknga terus. Minggu ini kita ke Ujong Batee. Di sana pantainya tidak kalah cantik”, kata saya berusaha menyakinkan.
Dalam perjalanan dari Banda Aceh, saya bercerita tentang Ujong Batee. Saya bilang, ketika duduk di bangku kuliah dulu, saya bersama teman-teman mahasiswa sering mengadakan kegiatan kemahasiswaan di sana. Selain lokasinya mudah dijangkau dari Darussalam, pantai Ujong Batee juga indah, banyak pohon pinus, pasirnya bersih, dan ombaknya tidak terlalu besar sehingga cocok untuk mandi.
Ketika mendengar cerita itu, keluarga saya semakin tidak sabar ingin segera sampai di sana. Dalam bayangan mereka, Ujong Batee tidak kalah cantik dari Lampuuk dan Lhoknga, dua kawasan yang telah berhasil disulap menjadi destinasi baru masyarakat.
Kondisi pantai
Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, akhirnya kami tiba di pantai Ujong Batee.
Dua pemuda paruh baya muncul dari balik pintu gerbang, menghampiri kendaraan kami. ”Berapa orang bang,” tanya mereka. ”Tiga orang,” jawab saya. ”Sembilan ribu,” katanya singkat.
Pemuda itu menyerahkan tiga lembar tiket masuk. Di halaman depan tiket tertulis Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh dengan tarif masuk tiga ribu per orang. Di halaman belakang tertulis larangan selama berada di area pantai.
”Tempat parkirnya di mana,” tanya saya. ”Boleh parkir di mana aja bang,” jawab mereka.
Saat saya fokus mencari tempat parkir, tiba-tiba istri saya berkata, ”Kelihatannya gak terurus pantai ini ya”. ”
Sepertinya begitu,” jawab saya sambil terus mencari tempat parkir.
”Baiknya kita lihat suasana dulu”, saran istri saya yang mulai ragu dengan tempat yang kami kunjungi. Saya sepakat dengannya.
Dari dalam kendaraan, kami memantau keadaan di sekitar pantai. Sampah plastik bertebaran di mana-mana. Para pedagang berjualan di gubuk reyot. Mereka umumnya menjual kelapa muda, makanan dan minuman instan. Wajahnya lesu tak bersemangat menunggu pembeli.
Para pengunjung pun terlihat sepi. Hanya beberapa remaja duduk di gubuk yang terletak di bibir pantai. Padahal hari itu hari Minggu. Semestinya ramai.
Sementara itu, beberapa bangunan beton terlihat terbengkalai. Sebagian dibiarkan kosong. Satu ruangan tak berpintu dijadikan tempat darurat untuk shalat para pedagang dan pengunjung. Melihat situasi seperti itu, kami memutuskan balik kanan, kembali ke Banda Aceh.
Ujong Batee tidak seperti yang saya bayangkan. Tadinya saya membayangkan Ujong Batee seperti era 90-an, bersahaja tapi bersih. Lalu saya membayangkan Ujong Batee masa sekarang, minimal seperti pantai di sekitaran Lampuuk dan Lhoknga yang telah banyak kemajuan, tertata rapi sehingga nyaman untuk dikunjungi. Namun bayangan saya itu keliru.
”Apa ya kira-kira yang salah dengan pantai Ujong Batee?”, tanya istri saya di tengah perjalanan pulang.
Saya memahami pertanyaan itu. Sebab, Lampuuk, Lhoknga, dan Ujong Batee pernah sama-sama ”jaya” pada masanya sebelum bencana tsunami datang dan sama-sama berada di bawah otoritas pemerintah kabupaten Aceh Besar.
”Mengapa sebagian pantai bisa dikelola dengan baik, sementara yang lain tidak?” sambungnya lagi seakan tak habis pikir dengan kondisi pantai Ujong Batee yang berbalik lurus dengan pantai di kawasan Lampuuk dan Lhoknga.
”Pertanyaan menarik dan barangkali perlu diriset”, jawab saya setengah menghibur.
Di luar rasa kecewa dan penasaran soal kondisi pantai Ujong Batee, kami sepakat bahwa Aceh Besar memiliki panorama alam yang indah yang jika dikelola dengan baik akan menambah penghasilan daerah dan dapat meningkatkan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat sekitar yang hidupnya sulit karena sebagian alamnya tandus dan gersang seperti kawasan Neuhen, Ujong Batee hingga Krueng Raya.
Letak Aceh Besar yang sangat strategis, mengapit Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi, memiliki bandara bertaraf internasional, memudahkan para turis local, nasional, bahkan turis manca negara menjangkau lokasi wisata alam di Aceh Besar.
Karena itu sayang jika potensi panorama alam yang indah seperti Pantai Ujong Batee tidak dikelola dengan baik oleh otoritas pemerintah Kabupaten Aceh Besar.[]