• Tentang Kami
Tuesday, May 20, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Prang Hana, Damee Pih Tan

Sahlan Hanafiah by Sahlan Hanafiah
May 17, 2025
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
A A
0
Sahlan Hanafiah

Sahlan Hanafiah. Foto: dok. SagoeTV

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Sahlan Hanafiah.
Staf Pengajar Program Studi Sosiologi Agama UIN Ar Raniry, Banda Aceh.

Istilah “prang hana, damee pih tan” dimunculkan oleh Roger Mac Ginty dalam tulisannya yang berjudul “No war, now peace: Why so many peace processes fail to deliver peace?” Tulisan Ginty dimuat di jurnal International Politics, 2010.

BACA JUGA

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

Ginty mengamati, banyak daerah paska perjanjian damai mengalami situasi yang ia sebut “prang hana, damee pih tan.” Situasi ini menggambarkan, meski perang telah usai, senjata telah dimusnahkan, bantuan telah dibagikan, LSM dan pekerja asing telah angkat koper balik ke negara asal, kombatan telah menjadi elit baru, tapi akar konflik belum benar-benar hilang.

Masyarakat masih hidup dalam suasana kesusahan ekonomi dan kemiskinan akut. Pembangunan berjalan sangat lamban. Peluang kerja terbatas. Pengangguran dimana-mana. Penegakan hukum lemah. Di sisi lain, praktek korupsi semakin menggurita, kualitas infrastruktur yang dibangun keropos.

Politisi yang lahir di era damai setali tiga uang dengan politisi era konflik. Mereka hanya pandai memberi harapan palsu setelah menyuap rakyat dengan uang receh pada saat pemilu. Setelah itu mereka duduk manis di kursi empuk parlemen sambil menikmati fasilitas negara.

Demokrasi hanya sekedar slogan dan rutinitas belaka. Tidak ada perubahan bermakna setelah damai disepakati. Pada saat yang sama, tidak ada pula letupan senjata seperti dulu, kala konflik.

Situasi tersebut menurut Ginty sebenarnya rawan, meski di atas permukaan kelihatan baik-baik saja. Ginty tentu tidak sedang berusaha menakut-nakuti. Menurutnya beberapa studi menunjukkan, daerah yang pernah mengalami konflik, biasanya memiliki resiko lebih besar untuk kambuh kembali.

Baca Juga:  Teuku Hamid Azwar, Pahlawan Tanpa Mengharap Dikenal

Sama seperti orang sakit, jika pernah punya sejarah sakit, misal asam lambung, maka peluang kembali kambuh lebih besar dibandingkan orang yang belum pernah sakit sama sekali.

Ginty, dalam tulisannya menyebut beberapa contoh kasus daerah yang pernah mengalami suasana ”prang hana, damee pih tan,” seperti Kosovo, Lebanon, Irlandia Utara, dan Sri Lanka.

Semasa masih menjadi provinsi di bawah kekuasaan Serbia, Kosovo sempat selama empat tahun merasakan suasana ”prang hana, damee pih tan.” Namun, disebabkan satu insiden kecil tenggelamnya tiga anak di sungai Ibar dekat kota Mitrovica tahun 2004, perang SARA di Kosovo kembali pecah.

Waktu itu rumor dengan cepat menyebar, menuding anak-anak itu tenggelam karena ketakutan dikejar orang-orang dari etnik Serbia. Setelah itu, etnik Albania langsung menyerang minoritas Serbia. Dua hari setelah peristiwa tersebut, dilaporkan terjadi 33 insiden kerusuhan yang menyebabkan 550 rumah rusak, 27 gereja dibakar, 1000 orang terluka, 9 meninggal dunia dan 4100 orang harus mengungsi ke lokasi yang lebih aman.

Hasil investigasi PBB tidak menemukan bukti keterlibatan etnik Serbia dalam kasus tenggelamnya anak-anak etnik Albania. Kesimpulan PBB, kasus tersebut murni kecelakaan tunggal.

Peristiwa tersebut menurut Ginty menunjukkan bahwa perdamaian di Kosovo pada saat itu masih sangat rapuh, meski PBB sempat berkantor disana selama empat tahun dalam rangka mengawal proses transisi.

Tidak hanya itu, sebelum PBB angkat koper dari Kosovo, semua tahapan proses damai telah dilakukan, mulai dari perjanjian damai, pelucutan dan pemusnahan senjata, pengembalian tentara ke barak, pengadilan pelaku kejahatan perang dan pemilihan umum.

Contoh lain yang disebut Ginty dalam tulisannya adalah Lebanon.
Rekonstruksi paska perang di Lebanon diacungi jempol oleh banyak pihak. Paska perjanjian damai Ta’if 1989, Lebanon berhasil membentuk parlemen baru melalui proses demokrasi yang di dalamnya berisi para pihak yang dulunya saling bermusuhan.  Proses power sharing ini dianggap sebagai salah satu contoh terbaik penyelesaian konflik sektarian.

Baca Juga:  Ide Inspirasi: ‘Hamil Bawa Berkah, Jurus Jitu Usir Kemiskinan!’

Namun setelah beberapa tahun Lebanon hidup dalam suasan “prang hana, damee pih tan,”tiba-tiba kedaulatan Lebanon diganggu oleh hadirnya tentara Syiria dan invasi Israel ke wilayah berdaulat Lebanon.

Sementara itu, kemampuan Lebanon mempertahankan wilayahnya lemah karena beberapa persoalan domestik mulai muncuk, seperti ketimpangan distribusi ekonomi, korupsi dan buruknya kualitas pelayanan publik. Akhirnya, kepercayaan masyarakat terhadap elit politik menurun yang berujung pada munculnya gelombang demontrasi jalanan.

Mengapa kebanyakan proses damai di beberapa daerah gagal menghasilkan perdamaian yang sebenarnya atau bahkan ambruk kedalam konflik lama? Menurut Ginty karena pendekatan damai yang dipakai seringkali datang dari luar, dari negara atau lembaga kuat seperti PBB, NATO, Uni Eropa, Amerika dan Norwegia.

Model pendekatan yang dipakai acapkali formal, tidak fleksibel, ekslusif dan elitis. Kasus penyelesaian konflik etnik di Kosovo (sebelum Kosovo independen) misalnya hanya melibatkan beberapa elit dari pihak bertikai. Setelah melakukan perundingan damai beberapa putaran, pihak bertikai yang difasilitasi oleh pihak ketiga menandatangani nota kesepakatan yang didalamnya berisi tahapan proses damai seperti pelucutan dan pemusnahan senjata, penarikan tentara ke barak, penyaluran bantuan, dan pelaksanaan pemilu.

Setelah pesta demokrasi digelar, pemimpin baru terpilih, konflik seakan-akan telah usai. Padahal menurut Ginty yang terjadi hanyalah proses pergantian elit politik, sementara perilaku aktor konflik tidak berubah, akar konflik tidak tercabut.

Elit politik baru yang mengisi kekuasaan paska damai tetap dengan perilaku lamanya, memburu kekuasaan, mengumpulkan pundi-pundi uang dan hidup dalam kemewahan. Sementara nasib korban terabaikan, masyarakat terpuruk dalam kemiskinan.

Strategi keluar dari masalah kemiskinan tidak pernah dipikirkan secara serius. Begitu pula strategi yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan tersedianya lapangan pekerjaan tidak pernah dibahas secara mendalam di parlemen maupun di pemerintah.

Baca Juga:  Ulama Muda Aceh Soroti Serial Bid’ah Asal Malaysia, Dinilai Menyimpang dan Cemarkan Simbol Keislaman

Sikap anti korupsi dan pemerasan hanya menjadi slogan, sementara cara menanganinya tidak benar-benar dirumuskan dan diimplementasikan di lapangan. Luka lama, kekerasan dan penderitaan yang dialami korban konflik tidak lagi menjadi tema penting untuk diperjuangkan karena tujuan mendapatkan kekuasaan telah tercapai.

Menurut Ginty, kondisi Kosovo dipermukaan waktu itu kelihatan memang seperti baik-baik saja (damai), tapi di dalam sebenarnya keropos (berpotensi konflik). Ini dibuktikan dari kasus tenggelamnya tiga anak kecil ke sungai yang kemudian memicu kekerasan baru antara etnik Albania dan Serbia.

Ginty, dalam tulisannya memang tidak memasukkan Aceh sebagai salah satu contoh daerah dengan situasi “prang hana, damee pih tan”. Tapi kita semua dapat merasakan suasana ”prang hana, damee pih tan” saat ini di Aceh.[]

Tags: acehArtikelDamee Pih TankonflikPrang Hana
ShareTweetPinSendShare
Seedbacklink
Sahlan Hanafiah

Sahlan Hanafiah

Sahlan Hanafiah adalah Penggerak "Rumoh NekNyah" di Ulee Glee Pidie Jaya, Aceh.

Related Posts

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan
Artikel

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

by Sulaiman Tripa
May 12, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

by Sulaiman Tripa
May 5, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan Berkeindonesiaan

by Sulaiman Tripa
May 2, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan dan Kesadaran Dampak Perubahan Iklim bagi Indonesia

by Sulaiman Tripa
April 28, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Jalan Pembangunan Hijau

by Sulaiman Tripa
April 25, 2025
Load More

POPULAR NEWS

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

February 21, 2025
Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

March 31, 2025
UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

April 18, 2025
Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

April 18, 2025
Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

February 21, 2025

EDITOR'S PICK

Kapolda Aceh dan Pangdam IM Bersama Kapolri Pastikan Kamtibmas Selama Idulfitri 

Kapolda Aceh dan Pangdam IM Bersama Kapolri Pastikan Kamtibmas Selama Idulfitri 

April 1, 2025
Jokowi Pimpin Apel Kesiapan Pengamanan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2024

Jokowi Pimpin Apel Kesiapan Pengamanan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2024

October 14, 2024
Rabu Besok, Muzakir Manaf-Fadhlullah Resmi Pimpin Aceh

Rabu Besok, Muzakir Manaf-Fadhlullah Resmi Pimpin Aceh

March 15, 2025
Remaja di Aceh Tenggelam Terseret Arus saat Mandi di Pantai Riting

Remaja di Aceh Tenggelam Terseret Arus saat Mandi di Pantai Riting

March 8, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.