SAGOETV | BANDA ACEH – Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, meraih predikat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) terbaik di Indonesia versi Scimago Institutions Rankings 2025. UIN Ar-Raniry menempati peringkat pertama di kategori PTKIN dan menduduki posisi ke-27 dari 74 perguruan tinggi terbaik di Indonesia secara keseluruhan.
Selain UIN Ar-Raniry, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berada di peringkat ke-35 dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung di posisi ke-47 perguruan tinggi terbaik di Indonesia versi Scimago Institutions Rankings (SIR) 2025. Di tingkat Asia, UIN Ar-Raniry menempati peringkat ke-1.133 dan secara global berada di urutan ke-4.539.
Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Mujiburrahman, mengungkapkan capaian ini merupakan hasil dari peningkatan mutu yang berkelanjutan. “Setelah meraih akreditasi unggul pada Oktober 2023 lalu, UIN Ar-Raniry terus meningkatkan kualitas agar mendapat pengakuan nasional dan internasional termasuk meraih peringkat terbaik dari lembaga pemeringkatan dunia,” ujarnya lewat keterangan tertulis, Kamis (6/3/2025).
Ia menyebutkan UIN Ar-Raniry juga menunjukkan prestasi di bidang penelitian dengan memiliki empat jurnal ilmiah terindeks Scopus. Dua di antaranya, yakni Samarah dan Jurnal Ilmiah Islam Futura, bahkan masuk dalam kategori Q1 berdasarkan Scimago Journal Rank (SJR). Dua jurnal lainnya adalah Petita dan El-Usrah.
Mujiburrahman berharap capaian prestasi ini dapat semakin memperkuat posisi UIN Ar-Raniry dalam kancah akademik internasional dan mendorong kontribusi positif kampus tersebut dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi.
Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kelembagaan UIN Ar-Raniry, Prof Muhammad Yasir Yusuf, mengatakan pemeringkatan Scimago Institutions Rankings (SIR) 2025 menggunakan tiga indikator utama, yakni kinerja penelitian (50 persen), hasil inovasi (30 persen), dan dampak sosial (20 persen) yang diukur melalui visibilitas web.
“Kategori riset mencakup jumlah jurnal, kolaborasi internasional, publikasi akses terbuka, High Quality Publications (Q1), dan jumlah sitasi publik. Inovasi dinilai dari jumlah sitasi dalam paten dan aplikasi paten yang dihasilkan, sedangkan dampak sosial diukur melalui mention di media sosial dan kunjungan ke situs web institusi,” ujar Yasir. [AS]