• Tentang Kami
Sunday, September 28, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Belajar Matang dari Ruang Seni

SAGOE TV by SAGOE TV
August 5, 2025
in SENI
Reading Time: 4 mins read
A A
0
Belajar Matang dari Ruang Seni

Ari J. Palawi. (Foto: dokumentasi pribadi)

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Ari J. Palawi

 

“Esai ini membantu kita memahami seni bukan dari hasil akhirnya, tetapi dari proses berpikir yang melahirkannya. Dengan pendekatan lintas disiplin dan keterbukaan ilmu, seni hadir bukan sebagai wilayah eksklusif, melainkan sebagai medan belajar yang inklusif, kritis, dan relevan bagi siapa pun yang peduli pada masa depan pendidikan.”

BACA JUGA

Meuseukat & Pho: Bukti Perempuan Aceh Tak Pernah Absen dari Sejarah Seni Islam

Muniru (Kehangatan dan Keakraban) Masyarakat Gayo

Seni sebagai Proses Belajar, Bukan Sekadar Ekspresi

Di banyak ruang pendidikan seni—baik di kampus, komunitas, sanggar, maupun ruang sosial—berlangsung proses belajar yang lebih dalam dari sekadar penguasaan teknik atau hasil akhir sebuah karya. Seni membuka pengalaman belajar yang menyentuh aspek persepsi, intuisi, sejarah, teknologi, dan empati sosial secara sekaligus. Ia menjadi tempat di mana pikiran dan tubuh, logika dan emosi, teori dan praktik bertemu dan bernegosiasi.

Yang terjadi di sana bukan sekadar pelatihan kemampuan estetik, tetapi pematangan cara berpikir: bagaimana mengamati dengan jujur, membaca konteks sebelum menyimpulkan, dan menyusun respon kreatif terhadap masalah yang kadang rumit dan tak terdefinisi jelas. Mahasiswa belajar bukan hanya untuk bisa, tetapi untuk memahami mengapa dan untuk siapa sesuatu itu dibuat.

Proses ini tidak selalu tampak mencolok. Tidak banyak terdokumentasi dalam laporan akreditasi atau peta kompetensi lulusan. Tetapi di balik layar studio, dalam sesi latihan kolaboratif, atau saat mahasiswa merekam lagu tradisional bersama warga di kampungnya, terjadi proses pembentukan nalar kritis dan kesadaran sosial yang tidak diajarkan secara eksplisit dalam silabus.

Seni mengajarkan bagaimana berpikir secara reflektif dan kontekstual. Di ruang seni, belajar adalah proses yang organik—berakar dari realitas, terbuka terhadap perbedaan, dan membentuk kepekaan terhadap relasi kuasa, sejarah, dan nilai-nilai kemanusiaan.

Baca Juga:  TikTok, Streetwear, dan Musik Indie: Ekspresi Budaya Baru Generasi Z

Transdisiplin sebagai Modal Belajar Masa Kini

Satu hal yang tak terelakkan dari praktik seni adalah sifatnya yang lintas batas. Seni tidak bekerja di dalam kotak keilmuan yang tunggal. Seorang koreografer tak bisa hanya mengandalkan gerak; ia perlu memahami ruang, musik, sejarah tubuh, bahkan teknologi pencahayaan. Seorang desainer visual tak cukup hanya bermain dengan bentuk dan warna; ia mesti membaca psikologi khalayak, narasi sosial, hingga tafsir budaya yang melekat dalam visualisasi.

Artinya, seni mengandaikan cara kerja transdisipliner sejak awal. Bukan sebagai jargon baru dalam dunia akademik, melainkan sebagai keniscayaan dalam proses kreatif. Praktik-praktik seperti ini mendahului tuntutan zaman yang kini mulai menekankan pentingnya kerja lintas ilmu di semua bidang.

Namun, sistem pendidikan tinggi kita belum cukup tanggap terhadap kenyataan ini. Kolaborasi lintas program studi masih bergantung pada inisiatif personal. Penilaian kerja mahasiswa lebih sering mengutamakan hasil yang terukur secara administratif daripada proses kreatif yang bermakna. Kurikulum tetap disusun secara sektoral, dengan batas-batas disiplin yang kaku dan sulit ditembus.

Justru dalam situasi inilah pendidikan seni memberi teladan: ia menunjukkan bahwa kompleksitas dunia hari ini tidak bisa dijawab dengan spesialisasi tunggal, dan bahwa pembelajaran yang matang menuntut kemampuan untuk menjembatani cara berpikir yang berbeda-beda, merawat dialog, dan menyatukan perspektif.

Inklusivitas Ilmu dan Pembacaan Kembali Tradisi

Aceh dan banyak daerah lain di Indonesia menyimpan khazanah tradisi yang luar biasa kaya. Tapi kekayaan ini sering kali diperlakukan secara simbolik belaka—sebagai identitas visual, produk wisata, atau bentuk pelestarian yang dangkal. Hikayat dibacakan dalam seremoni, tari-tarian ditampilkan dalam acara perayaan, tetapi sedikit yang menjadikannya sebagai bahan belajar yang serius dan kritis.

Baca Juga:  Memaknai Ulang Islam sebagai 'Agama'

Padahal, seni tradisi adalah sistem pengetahuan. Di dalamnya terdapat nilai-nilai sosial, etika komunitas, filosofi tubuh, sistem komunikasi, bahkan pemikiran ekologis. Jika diolah secara lintas disiplin, ia bisa menjadi ruang belajar yang sangat produktif—bukan hanya untuk mahasiswa seni, tapi juga untuk bidang lain: antropologi, pendidikan, teknologi, bahkan kebijakan publik.

Di ruang seni, pembacaan ulang terhadap tradisi dilakukan tidak untuk memuja masa lalu, tetapi untuk menautkannya dengan masa kini. Misalnya, motif kerawang tidak hanya dilestarikan sebagai bentuk visual, tetapi ditafsir ulang untuk menjawab soal identitas perempuan dalam masyarakat kontemporer. Musik tradisi tidak hanya didokumentasikan, tetapi digunakan sebagai alat dialog antar generasi.

Melalui pendekatan ini, seni menunjukkan bagaimana ilmu bisa bersumber dari berbagai tempat—bukan hanya jurnal dan laboratorium, tetapi juga dari lisan, dari gerak, dari motif, dan dari pengalaman bersama warga. Inilah bentuk inklusivitas ilmu yang menjadikan pendidikan lebih demokratis, kontekstual, dan relevan.

Pendidikan yang Membentuk Martabat, Bukan Hanya Standar

Kita hidup dalam sistem pendidikan yang makin terukur: semuanya diuji, dinilai, diklasifikasi. Tapi di tengah obsesi terhadap efisiensi dan indikator numerik, kita perlu bertanya ulang: pendidikan untuk siapa? Dan untuk apa?

Ruang seni mengingatkan kita bahwa belajar bukan hanya soal keterampilan atau hasil akhir, tetapi soal proses menjadi manusia. Mahasiswa yang belajar seni bukan hanya mengasah kepekaan, tetapi juga membangun integritas intelektual—kemampuan untuk mendengar yang berbeda, mengakui keterbatasan, dan tetap berpikir kritis dalam ketidakpastian.

Kematangan berpikir yang lahir dari ruang seni bukan soal usia atau gelar, tetapi tentang bagaimana seseorang mampu mengelola perbedaan, menyatukan gagasan, dan mencipta sesuatu yang relevan dengan konteks sosialnya. Proses ini tidak selalu terukur dalam angka, tapi sangat terasa dalam cara seseorang bersikap, membaca dunia, dan bertindak secara etis.

Baca Juga:  Film Dokumenter Take Lawe Diputar di Banda Aceh, Membawa Suara Kluet ke Tengah Kota

Dalam dunia yang semakin cepat dan kompetitif, seni justru mengajarkan pentingnya pelambatan—mengamati, menyusun, menunda kesimpulan. Ia menjadi pengingat bahwa standar pendidikan yang kita perjuangkan tidak cukup hanya akurat secara teknis, tetapi juga harus adil secara manusiawi. Dan itu berarti menempatkan martabat sebagai ukuran utama dari mutu pendidikan.

Belajar matang dari ruang seni bukan hanya penting bagi mereka yang berada di fakultas seni atau komunitas budaya. Ia penting bagi semua pihak yang percaya bahwa pendidikan adalah jalan untuk membentuk manusia yang utuh—yang tidak hanya cerdas secara fungsional, tetapi juga peka, adil, dan mampu berpikir lintas batas.

Ruang seni telah memberi contoh bagaimana ilmu bisa hadir secara kontekstual, kolaboratif, dan reflektif. Yang dibutuhkan kini adalah keberanian untuk menjadikannya sebagai bagian sah dari strategi pendidikan masa depan—bukan pelengkap, bukan penghibur, tapi sumber daya epistemik yang setara. []

 

Tentang Penulis

Ari J. Palawi lahir dan tumbuh di Banda Aceh. Ia menempuh pendidikan seni di ISI Yogyakarta, melanjutkan studi ke University of Hawai‘i at Mānoa, dan meraih gelar doktor di Monash University. Sampai tulisan ini hadir ke pembaca, ia masih tercatat sebagai lektor di Universitas Syiah Kuala, sembari menimbang langkah baru dalam perjalanannya. Ia menulis karena gelisah—dan karena percaya, bahwa perubahan adalah hak semua orang, baik yang tinggal, maupun yang memilih berjalan.

Tags: ArtikelBelajarBudayaopiniSeniSeni Budaya
ShareTweetPinSend
Seedbacklink
SAGOE TV

SAGOE TV

SAGOETV.com adalah platform media digital yang memberi sudut pandang mencerahkan di Indonesia, berbasis di Banda Aceh. SAGOETV.com fokus pada berita, video, dan analisis dengan berbagai sudut pandang moderat.

Related Posts

Aceh Dua Dekade Damai: Seremoni Berlimpah, Substansi Terlupa
SENI

Meuseukat & Pho: Bukti Perempuan Aceh Tak Pernah Absen dari Sejarah Seni Islam

by SAGOE TV
September 26, 2025
Muniru (Kehangatan dan Keakraban) Masyarakat Gayo
SENI

Muniru (Kehangatan dan Keakraban) Masyarakat Gayo

by SAGOE TV
September 12, 2025
Penyuka Musik Metal Cenderung "Setia"
SENI

Penyuka Musik Metal Cenderung “Setia”

by SAGOE TV
August 30, 2025
Mencari Minat Generasi Muda terhadap Museum di Tanah Rencong
SENI

Mencari Minat Generasi Muda terhadap Museum di Tanah Rencong

by SAGOE TV
August 27, 2025
Di Antara Mesin dan Jiwa Menyiapkan Fondasi Kreatif di Era AI
SENI

Di Antara Mesin dan Jiwa: Menyiapkan Fondasi Kreatif di Era AI

by SAGOE TV
August 16, 2025
Load More

POPULAR PEKAN INI

Cerita dari Konferensi Perdamaian Perempuan Internasional 2025

Cerita dari Konferensi Perdamaian Perempuan Internasional 2025

September 24, 2025
Lima Ilmuwan PTKIN Masuk Top 2% Scientist Stanford–Elsevier 2025, Dua dari UIN Ar-Raniry

Lima Ilmuwan PTKIN Masuk Top 2% Scientist Stanford–Elsevier 2025, Dua dari UIN Ar-Raniry

September 23, 2025
Obituari Adun Baha; Guru Inspirator Kami

Obituari Adun Baha; Guru Inspirator Kami

September 22, 2025
Akademisi dan Aktivis Aceh, Dr. Tgk Baharuddin AR, Berpulang ke Rahmatullah

Akademisi dan Aktivis Aceh, Dr. Tgk Baharuddin AR, Berpulang ke Rahmatullah

September 22, 2025
USK Buka Pendaftaran Calon Rektor

USK Buka Pendaftaran Calon Rektor

September 23, 2025
100 Tahun Hasan Tiro

100 Tahun Hasan Tiro

September 26, 2025
Enam Dosen USK Masuk 2% Top Saintis Dunia

Enam Dosen USK Masuk 2% Top Saintis Dunia

September 23, 2025
Malaysia Rayakan Hari Kebangsaan dan Hari Malaysia 2025 di Medan

Malaysia Rayakan Hari Kebangsaan dan Hari Malaysia 2025 di Medan

September 25, 2025
Aceh Dua Dekade Damai: Seremoni Berlimpah, Substansi Terlupa

Meuseukat & Pho: Bukti Perempuan Aceh Tak Pernah Absen dari Sejarah Seni Islam

September 26, 2025

EDITOR'S PICK

Operasi Patuh Seulawah 2025 Digelar hingga 27 Juli, Ini Pelanggaran yang Diincar

Operasi Patuh Seulawah 2025 Digelar hingga 27 Juli, Ini Pelanggaran yang Diincar

July 13, 2025
Menteri Kelautan dan Perikanan RI Berkunjung ke Aceh

Menteri Kelautan dan Perikanan RI Berkunjung ke Aceh

August 26, 2024
Podcast: Cerita Inspiratif Orang Aceh Kuliah dan Jadi Guru di Finlandia

Podcast: Cerita Inspiratif Orang Aceh Kuliah dan Jadi Guru di Finlandia

March 8, 2025
Penyuka Musik Metal Cenderung "Setia"

Penyuka Musik Metal Cenderung “Setia”

August 30, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.