Oleh: Risnawati binti Ridwan.
Penulis adalah Alumnus STKS Bandung dan ASN Pemko Banda Aceh.
Menjadi warga negara bukan hanya bercerita tentang identitas. Tetapi juga berkaitan dengan pola perilaku, tindakan, pemikiran dan sumbangsih apa yang diberikan kepada negara. Banyaknya peristiwa yang dialami bangsa kita belakangan ini menunjukkan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh warga negara telah berbanding terbalik jika dibandingkan dengan perilaku pendiri bangsa ini. Kedisiplinan, komitmen, tanggung jawab telah menurun dengan drastis. Pemuda sebagai tulang punggung bangsa ini lebih banyak ber tik tok ria daripada melakukan pemberdayaan bagi dirinya dan masyarakat.
Banyaknya peristiwa besar yang belakangan terjadi membuat sebagian orang gerah akan potensi munculnya perpecahan dan disintegrasi bangsa Indonesia ini. Menjadi tanggung jawab seluruh warga negara untuk mengurangi dampak dari peristiwa-peristiwa tersebut, dan kewajiban pemudalah untuk menggerakkan alur pemikiran dan tindakan untuk memperbaikinya.
Bagaimana peristiwa prahara yang terjadi dalam tubuh lembaga negara Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) yang telah menonaktifkan 75 pegawainya karena tidak lulus dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menimbulkan polemik yang memanas di kalangan orang-orang yang masih peduli terhadap pemberatasan korupsi. Belum tuntasnya permasalahan tersebut, muncul lagi tentang kebocoran data pribadi di forum internasional. Kebocoran data ini membuat kekhawatiran masyarakat semakin tinggi dan meyakinin bahwa tidak ada lagi yang benar-benar aman di negara ini.
Melihat permasalahan besar ini, tentunya membuat kita harus berpikir ekstra. Artinya kita sebagai warga negara yang menginginkan keamanan, kenyamanan, kesejahteraan sesuai dengan cita-cita bangsa ini dapat tercapai. Tentunya ada tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam mencapai keinginan tersebut.
Disinilah perlunya turun tangan pemuda pemuda bangsa ini dalam menyelesaikan permasalahan negara. Pemuda yang di bahunya telah dibebankan untuk menyelesaikan permaslahan bangsa. Seperti ungkapan Presiden RI pertama , Bapak Ir. Soekarno, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”.
Tetapi apa yang terjadi selama ini. Pemuda-pemuda harapan pendiri bangsa lebih banyak yang sibuk dengan dunianya. Tanpa peduli permasalahan yang terjadi disekitarnya. Melihat banyaknya kasus-kasus yang dilakukan oleh pemuda yang merusak dirinya sendiri bahkan lingkungannya membuat kita pesimis bagaimana nasib bangsa ini kedepannya.
Misalkan kejadian yang sedang viral, pemuda bugil yang sedang berkendaraan menunjukkan bagaimana perilaku pemuda didasari akan taruhan pertandingan bola. Perilakunya yang meresahkan masyarakat sekitarnya tidak dapat ditolerir (Detiknews, 1 Juni 2021). Jangankan untuk memikirkan kasus KPK dan kebocoran data nasional, untuk berperilaku sewajarnya saja sulit untuk mereka lakukan. Kemudian adanya peristiwa seorang remaja berasal dari Provinsi NTB yang membuat konten Tiktok yang berisi penghinaan kepada Palestina dan menimbulkan kemarahan warga sehingga pihak kepolisian mengambil langkah berupa restorative justice yang dilakukan penyidik Ditkrimsus Polda NTB dengan pertimbangan adanya permintaan maaf pelaku dan ketidakpahaman pelaku terhadap permasalahan yang terjadi (Detik, 20 Mei 2021).
Berdasarkan dua kejadian tersebut tidak membuat kita memutuskan bahwa remaja Indonesia cenderung berperilaku negatif dan meresahkan masyarakat. Namun contoh tersebut membuat kita untuk dapat mengambil sikap sehingga remaja lainnya tidak meniru tindakan negatif tersebut.
Banyaknya peristiwa-peristiwa lain mengingatkan kita bahwa sensistivitas yang dirasakan kaum muda ini telah menurun tajam. Sensitivitas terhadap permasalahan negara tidak dapat disamakan lagi dengan rasa yang pernah dimiliki oleh pendiri bangsa ini saat mereka masih muda dulu. Padahal di pundak pemudalah berperan sebagai agen-agen yang seharusnya melakukan gebrakan untuk menangani permasalahan yang ada.
Selain menjadi agen perubahan, peran pemuda juga sebagai agent of development atau agen pembangunan sebagai penerus bangsa. Hal ini disebabkan karena para pemuda Indonesia wajib menjaga eksistensi bangsa Indonesia di kancah dunia, serta selalu dapat memberikan kesan yang baik di mata dunia.
Jika mengacu pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, ada batasan usia termuda hingga tertua untuk menyebut seseorang sebagai pemuda. Berdasarkan UU Kepemudaan, pemuda itu berusia antara 16-30 tahun. Tapi, banyak juga yang mengacu ke UU sebelumnya, di atas 40 tahun pun masih disebut pemuda.
Pemuda juga dituntut untuk memiliki rasa sensitivitas dalam bernegara. Bagaimana majunya sebuah negara tentunya sangat ditentukan oleh orang-orang yang berada dalam negara tersebut. Bentuk kepedulian yang dimiliki negara dilihat dari bentuk respon terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.
Sebagai contoh untuk peristiwa besar yang sedang dialami bangsa ini. Salah satu bentuk respon pemuda yang dapat diberikan apresiasi adalah dukungan pemuda untuk memberikan pandangan dan tindakan agar lembaga sebesar KPK dapat berfungsi sesuai dengan tujuan pembentukan lembaga tersebut. Kaum muda dapat melakukan dengan menggunakan keahlian yang mereka miliki. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi canggih, internet dan gawai merupakan salah satu cara yang dengan mudah digunakan sebagai alat perubahan dan alat pergerakan dalam mewujudkan Indonesia bebas korupsi.
Melalui mekanisme teknologi, pemuda juga dapat membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan kebocoran data di forum internasional. Tidak dipungkiri, bahwa teknologi internet adalah tata cara yang bisa digunakan dengan cepat dan tepat dalam menangani permasalahan-permasalahan yang dialami negara. (RbR).