“Sesungguhnya guru dan dokter itu keduanya tidaklah akan memberikan suatu nasihat jika engkau tidak memuliakan mereka berdua.
“Maka bersabarlah dengan penyakit yang kau derita jika kamu menghina dokter. Demikian pula bersabarlah dengan kebodohanmu jika kamu tidak memuliakan gurumu”.
Guru Digugu dan Ditiru
Alkisah, pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid berkuasa, beliau pernah mengirimkan putranya kepada seeorang alim bernama Al-Ashma’iy untuk diajarkan ilmu dan adab.
Suatu ketika ia mendapati Al-Ashma’iy berwudhu dan membasuh sendiri kakinya. Sedangkan putra khalifah hanya menuangkan air pada kaki sang guru tersebut.
Melihat kejadian itu, khalifah menegur Al-Ashma’iy dengan berkata “Aku kirim putraku kesini agar engkau ajar dan didik dia; tapi mengapa tidak kau perintahkan satu tangannya menuang air dan tangan satunya lagi membasuh kakimu?”
Kisah diatas memberikan pelajaran penting bagi kita bahwa seorang guru punya posisi tinggi dimata muridnya dan ia berhak dimuliakan atas ilmu yang dimilikinya.
Khalifah Ali bin Abi Thalib pun pernah berkata “Barang siapa yang mangajariku satu huruf maka aku siap menjadi budaknya”
Guru adalah sosok yang harus digugu dan ditiru. Menghormati seorang guru sama dengan menghargai ilmu itu sendiri. Guru yang kita maksudkan disini adalah orang yang tidak hanya melakukan aktivitas lepas dari tanggung jawabnya sebagai pengajar, tapi harus menjadi sosok yang menciptakan generasi tangguh yang akan memikul tanggung jawab besar.
Setiap apa yang disampaikan oleh seorang guru harus senantiasa dipercaya dan diyakini kebenarannya dan menjadi tauladan bagi segenap muridnya.
Imam Sadiduddin Asy-Syairaziy berkata : Guru-guru kami berucap : “bagi orang yang ingin putranya alim, hendaklah suka memelihara, memuliakan, mengagungkan, dan menghaturkan hadiah kepada kaum ahli agama yang tengah dalam pengembaraan ilmiyahnya. Kalau toh ternyata bukan putranya yang alim, maka cucunyalah nanti.”
Guru adalah faktor utama dari suksesnya sebuah pendidikan. Ustadz DR. Dihyaton Masqon MA ketika menjelaskan tentang keberhasilan pendidikan Gontor mengatakan bahwa dalam pendidikan, pengajar itu memegang faktor kunci.
Seorang guru harus ikhlas dalam mengajar. Tak bisa ditawar! Jika ia tak ikhlas dalam mengajar, jangan berharap muridnya akan menjadi murid yang hebat! Makanya di Gontor seluruh ustadz direkrut atas dasar keikhlasan.
Mereka itu mengabdi bukan bekerja. Mereka mengajar bukan karena ingin mendapatkan gaji, honor atau fasilitas. Mereka mengajar karena ingin mengabdi dan ingin memberi!”.
Dewasa ini banyak sekali kita dapati tindakan-tindakan yang tak terpuji terhadap guru.
Taruhlah kasus Guru yang harus merasakan dinginnya penjara hanya gara-gara dituduh memukul siswa. Ada lagi guru yang dianiyaya hingga meninggal dunia hanya gara-gara menegur siswanya.
Kondisi ini membuat hati kita tersayat, miris. Generasi saat ini seolah jauh dari apa yang diharapkan oleh Ali Bin Abi Thalib yang akan menjadi hamba bagi siapapun yang mengajarkannya meski hanya satu huruf.
Keluasan ilmu tidak akan bisa didapatkan selama kita tak memuliakan guru. Imam Syafi’i pernah menyebutkan bahwa ada 6 bekal bagi pencari ilmu ;
أَخِي لَنْ تَنَالَ العِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ: ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَدِرْهَمٌ وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُوْلُ زَمَانٍ
“Saudaraku… ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan perinciannya: kecerdasan, semangat, sungguh-sungguh, berkecukupan, bersahabat dengan ustadz, dan membutuhkan waktu yang lama.”
Bersahabat dengan Ustadz atau Guru adalah salah satu bekal bagi para penuntut ilmu yang tersebut diatas, bersahabat disini bermakna memuliakan dan menghormati guru, berada dalam majelis-majelis yang langsung dibimbing oleh seorang guru berdasarkan ilmu yang ia cari.
Seorang penuntut ilmu yang ingin ilmunya benar-benar melekat dalam dirinya hendaklah selalu memuliakan guru sehingga ilmunya berasal dari sumber yang benar, sumber itu adalah guru.
Kepatuhan dan ketundukan seorang murid kepada guru merupakan cerminan sikap murid yang baik dan bersifat mulia. Dari sifat inilah timbul sebuah kehormatan bagi diri murid itu sendiri.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu dengan ketenangan dan sikap hormat serta tawadhu’lah kepada orang yang mengajarimu.”
Ibnu Abbas, seorang sahabat nabi memberikan teladan bagaimana ia memuliakan seorang yang mengajarkannya ilmu meski hanya sedikit. Dalam sebuah perjalalanan, ia mempersilahkan Zaid Bin Sabit naik keatas unta dan ia menuntunnya.
Ada beberapa sikap yang bisa kita lakukan terhadap guru untuk memuliakan dan menjaga keberkahan ilmu yang kita dapatkan, seperti: menyalaminya takkala berjumpa dimanapun, tidak berkata yang bisa menyinggung perasaannya, mendengar dan mentaati setiap nasehatnya, menyampaikan saran, usulan atau pendapat dengan cara yang bijak dan lembut, tidak menceritakan aib guru kepada siapapun serta mendoakan guru agar senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah hidupnya.
Jika hal ini kita abaikan, maka resiko terpuruk dalam kebodohan akan terus kita alami, tidak ada keberkahan dari proses belajar yang kita tempuh.
Guru yang merasa dihormati dan dimuliakan oleh muridnya akan tersentuh relung hatinya sehingga ia akan tergerak untuk terus mendoakan sang murid agar menjadi orang yang sukses disegala bidang.
Menghormati Dokter
Setiap orang selalu mengharapkan kesehatan yang optimal sehingga terkadang ia lupa bahwa nikmatnya sehat hanya bisa dirasakan ketika ia sakit.
Disaat inilah kita butuh dengan dokter. Sama halnya dengan guru, dokter juga memiliki peranan penting dalam kehidupan kita, hal ini disebabkan juga karna keluasan ilmu yang ia miliki. Maka seorang dokter derajatnya bisa kita katakan sama seperti seorang guru.
Dokter juga harus kita muliakan dan hormati bukan semata karna ia mampu memberikan resep obat terhadap penyakit yang kita konsultasikan padanya. Tapi lebih kepada penghormatan dan pemuliaan terhadap ilmu kedokteran yang ia miliki dan transfer kepada kita sebagai pasiennya.
Lazim kita ketahui bahwa ilmu kedokteran bukanlah ilmu yang mudah, hanya orang-orang dengan kemampuan dan keseriusan tinggi yang mampu menguasainya.
Maka mencemooh atau menghina seorang dokter sama halnya dengan menghina dan mencemooh ilmu yang ia miliki.
One who doesn’t respect the others deserver no respect. Orang yang tidak menghormati orang lain maka ia tidak berhak untuk mendapatkan penghormatan dari siapapun.
Hal ini sudah Allah ingatkan dalam surat An-Najm ayat 39-40: “Seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya)”.
Maka, ilmu yang bermanfaat dan pelayanan yang baik tidak akan kita dapatkan jika kita tak memuliakan guru dan dokter.