• Tentang Kami
Saturday, May 17, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Meugampong

Sulaiman Tripa by Sulaiman Tripa
March 24, 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
A A
0
Meugampong
Share on FacebookShare on Twitter

Menulis tentang gampong bukan akhir-akhir ini mulai saya lakukan. Skripsi saya di program sarjana ilmu hukum, saya meneliti tentang gampong. Pembimbing saya waktu itu adalah Dahnil MS –dosen FH yang sudah pensiun, dan Dr. Taqwaddin Husin, yang sekarang memimpin Ombudsman Aceh. Saya melihat gampong dari sisi yuridis dan empirik –pendekatan yang di kalangan para sarjana hukum ada yang mempertanyakan-menolak dan sebagian mengaguminya.

Bagi saya, kajian tentang gampong itu penting. Tahun 2003, ketika saya menyelesaikan sarjana hukum, pertanyaannya saya mulai secara sederhana. Mengapa harus kembali ke gampong? Memangnya ada apa dengan desa? Apa yang paling substansial yang berbeda antara gampong dan desa?

Kolom ini tak hendak menjawab seluruh masalah itu. Hal kecil yang ingin saya tegaskan bahwa orang tua kita dulu, sengaja sangat memberi ruang untuk masing-masing lokal, disebabkan mereka sadar betul ada keberagaman dalam masyarakat. Keberagaman itu tidak mungkin ditolak, walau tak juga harus berarti dipaksakan. Gampong mewakili keniscayaan itu. Maka ketika konsep gampong dipaksanakan dengan konsep desa, imbasnya akan banyak dan mengganggu hal yang sudah berurat-akar.

BACA JUGA

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

Gampong dan desa –sama seperti wajah teritori yang lain: puak, kampung, nagari, sasi, dan sebagainya—adalah wajah dari keagungan kekayaan mereka masing-masing. Dengan wajah demikian membuat mudah bagi mereka sendiri.

Masalahnya adalah ketika berbicara gampong seolah berbicara tentang masa lalu. Maka konteks gampong yang dibicarakan, pada akhirnya terkesan seperti berbicara tentang meugampong. Ada dua konteks meugampong yang ingin dituntaskan. Pertama, meugampong dalam konteks berkehidupan gampong. Kedua, meugampong dalam konteks tertinggal, seolah-olah apa yang ada di gampong tidak konteks dengan kehidupan sekarang.

Dalam bahasa Indonesia, meugampong itu bisa dilihat dalam konteks yang namanya meu gampong (kata dengan makna berawalan me), dan ada konsep meugampong (kata dengan makna berawalan ber). Makna yang satu menunjuk hidup yang bernilai gampong.

Sementara satu lagi mempertegas hidup yang hanya berbatas (di) gampong. Tentu kedua makna tersebut berbeda jauh arahnya. orang berpersepsi seolah-olah mereka yang merantau jauh dengan kedua makna ini. Padahal tidak demikian. Orang-orang yang merantau, bukan berarti jauh dari meugampong atau meu gampong. Konsep pertama, ketika orang-orang tidak bisa berpikir lebih luas, makanya dikesankan sebagai orang yang mampu mampu berpikir menurut ukuran kampung.

Baca Juga:  DPR Aceh Tetapkan 12 Rancangan Qanun Prioritas 2025

Saya tidak ingin memperlebar jarak pada bahasan kedua. Meugampong yang saya maksud adalah peneguhan pada nilai-nilai yang penting dalam masyarakat gampong –antara lain pada sisi komunalnya. Sisi komunal ingin dilawankan dengan sisi individual.

Sisi komunal dalam konteks keindonesiaan, selalu tidak terlepas dari bagaimana kaitannya dengan nilai agama. Selalu dalam berbagai sisi, tidak mungkin hal ini ditinggalkan.

Masalah ukuran berpikir ini bisa diperdebatkan. Orang-orang yang sudah pergi jauh, diharapkan akan berpikir luas, tidak seperti orang kampung. Penabalan istilah ini juga tidak adil, karena bukan berarti orang yang tinggal di kampung tidak bisa berpikir luas. Apalagi dengan bantuan internet selama ini, orang-orang yang di kampung paling ujung sekalipun, jika mau, akan mengetahui berbagai keadaan dunia dan global.

Dengan demikian orang yang hidup di gampong, dianggap sebagai orang yang tidak bisa berpikir luas –atau bahkan berpikir maju, juga tidak sepenuhnya benar. Hal ini berarti, bahwa orang yang sudah merantau kemana-mana, sudah bisa dianggap sebagai orang yang berpikir luas dan maju, juga tidak selamanya benar.

Orang yang sudah berjalan jauh, dianggap sepihak sebagai orang yang bisa berpikir luas, disebabkan karena daya jangkau mereka terhadap dunia sudah lebih luas. Dengan sudah melangkah ke banyak tempat, dengan demikian bisa melihat ruang dan tempat lebih banyak.

Dengan pengalaman demikian, maka bahan perbandingan dalam hal melakukan sesuatu, juga sudah lebih banyak bandingannya. Secara sederhana, konsep banyak berjalan, itu dalam makna tempat, yang sekali lagi, ketika ukuran itu lalu kita bandingkan dengan dunia informasi dan komunikasi sekarang ini yang sangat terbuka, maka yang ada di kampung pun dapat berada dalam posisi banyak melihat semacam itu.

Baca Juga:  Jalan Pembangunan Hijau

Satu lagi makna di atas adalah masalah nilai kampung, yang seyogianya memang dijaga. Nilai kampung ini, juga mungkin tidak selamanya masih aktif di kampung. Nilai kebersamaan, nilai kegotongroyongan, dan semacamnya, mewakili dari makna nilai gampong ini. Masalahnya nilai ini tidak lagi murni masih aktif di kampung.

Pengalaman saya mengunjungi banyak tempat di kampung-kampung kita, sejumlah nilai yang dianggap nilai kampung, kenyataannya bergeser ke kota. Apa yang saya ungkapkan ini bisa diverifikasi sendiri di lapangan. Misalnya dalam hal bagaimana sekelompok orang yang tinggal bersama di kawasannya, ketika berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Nilai-nilai ini menjadi tantangan untuk dipupuk kembali untuk kita yang ada di gampong.

Akhir-akhir saya banyak sangsi, jangan-jangan apa yang kita klaim sebagai gampong, sudah tidak lagi berada di kampung-kampung, melainkan sudah bergeser ke tempat lain, yang sesungguhnya tidak kita perkirakan: ke kota-kota. Dalam konteks interaksi sosial, fenomena demikian bukan sesuatu yang mustahil.

 

Tags: acehKearifan LokaKebudayaanNasionalSosial
ShareTweetPinSendShare
Seedbacklink
Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa adalah analis sosial legal dan kebudayaan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

Related Posts

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan
Artikel

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

by Sulaiman Tripa
May 12, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

by Sulaiman Tripa
May 5, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan Berkeindonesiaan

by Sulaiman Tripa
May 2, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan dan Kesadaran Dampak Perubahan Iklim bagi Indonesia

by Sulaiman Tripa
April 28, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Jalan Pembangunan Hijau

by Sulaiman Tripa
April 25, 2025
Load More

POPULAR NEWS

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

February 21, 2025
Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

March 31, 2025
UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

April 18, 2025
Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

April 18, 2025
Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

February 21, 2025

EDITOR'S PICK

USK Berbagi Paket Bahan Pokok untuk Penyapu Jalan di Lingkungan Kampus

USK Berbagi Paket Bahan Pokok untuk Penyapu Jalan di Lingkungan Kampus

March 23, 2025
MPU Soroti Fenomena Pria Bercelana Pendek di Banda Aceh

MPU Soroti Fenomena Pria Bercelana Pendek di Banda Aceh

March 25, 2025
Pengalaman Belajar Studi Islam: Dari Orientalis ke Oksidentalis

Pengalaman Belajar Studi Islam: Dari Orientalis ke Oksidentalis

March 20, 2025
FSH UIN Ar-Raniry Hadirkan Pakar Internasional Bahas Isu Konflik dan Terorisme

FSH UIN Ar-Raniry Hadirkan Pakar Internasional Bahas Isu Konflik dan Terorisme

April 24, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.