Oleh: Sulaiman Tripa.
Dosen Universitas Syiah Kuala, Kopelma Darussalam Banda Aceh.
Malam ahad kemarin, saya mendapat tugas dadakan: membersihkan lantai teras rumah. Pasalnya, ada dua kucing yang bertengkar hebat. Kata orang Aceh: meukap. Awalnya di depan rumah. Lalu kucing yang satu, bergeser ke teras. Di situlah kucing yang lain mencakarnya bertubi-tubi.
Dua kucing ini berbeda ukuran. Jadi ketika keduanya bertengkar, tampak ukuran tubuh salah satu tidak seimbang. Salah satu kucing mendapat serangan bertubi-tubi, hingga kotorannya keluar dan berserak di lantai teras saya itu.
Anda yang hidup di lingkungan yang ada satu-dua kucing, pasti pernah terganggu dengan bau kotorannya. Saya membayangkan, apalagi kotoran itu ada di depan teras.
Tidak bisa tidak. Malam itu terus saya membersihkan. Sekilas, saya mencoba melihat kiri-kanan. Ternyata selain dua kucing itu, ada kucing ketiga. Dengan kondisi lampu jalan yang redup dan remang-remang, saya tidak bisa memastikan jenis kelamin kucing ini.
Dengan demikian tidak bisa dipastikan juga, apakah kedua kucing ini bertengkar karena kucing yang satu lagi.
Pertengkaran semacam ini sering terjadi. Untuk yang berbeda species, mungkin ada yang bisa dipahami. Kucing dan anjing, sebagai contoh. Atau yang lebih ekstrem, kucing dan tikus.
Saya sebut ekstrem, karena binatang yang satu menjadi makanan bagi binatang yang lain-walau ada juga kasus, kucing yang tidak pernah mengejar dan makan tikus, bahkan ketika ada tikus ada yang melihat saja. Tikus yang berukuran lebih besar dari tubuhnya, justru akan dihindari.
Saya tidak ingin masuk terlalu dalam, apalagi ilmu tentang kebinatangan saya tidak kuasai. Ada orang yang mempelajari khusus, sehingga kalau pun dibutuhkan, biarlah mereka yang akan menjelaskan.
Orang yang tidak mengerti masalah, memaksakan membahas, bukan melahirkan solusi. Bisa jadi masalah baru. Seperti kebanyak orang-orang yang tidak memahami masalah tetapi berusaha komentar.
Ada hal kecil yang menjadi perhatian saya, orang menyebut pertengkaran semacam itu sebagai meukap. Orang kampung saya, selalu mengatakan untuk urusan meukap, selalu antar diri kita sendiri. Orang yang satu kampung, namun secara geneologis sama, orang-orang tua ketika mendamaikan akan berkata kira-kira begini:
Keupeue ka meukap sabe keu droe-droe?
Pertanyaan ini mewakili kegelisahan, bahwa sepertinya mereka yang meukap, tidak sepenuhnya sedang membangun permusuhan abadi. Bisa jadi ada sejumlah persoalan kecil yang belum terselesaikan, sehingga menyebabkan ia menumpuk dan memuncak. Peulheuh bron.
Ketika pada posisi sudah menimbulkan korban, bisa jadi baru ada yang berpikir bahwa tak seharusnya itu terjadi. Akan tetapi, begitulah, semua keadaan kemudian dihadapi bersama.
Selalu tidak ada kalah dan menang dalam sebuah perhelatan yang namanya meukap, yang ada adalah korban. Untuk intensitas meukap yang tinggi, korban bisa dipastikan lebih tinggi. Namun semuanya, berkemungkinan bisa diselesaikan secara internal.
Untuk persoalan semacam ini, jarang dibesar-besarkan. Sekali lagi, walau korban tetap ada. Orang-orang akan menghitung korban, untuk mengungkapkan kepada mereka sendiri bahwa itulah hasilnya.
Hari ini ketika keluar dari rumah, saya berpapasan dengan kucing yang menjadi korban pertengkaran kemarin malam. Kucing dengan ukuran tubuh yang agak kecil, setidaknya dibandingkan dengan kucing yang menyerang. Ia tidak bergeser tubuhnya ketika saya lewat, tetapi juga tidak menoleh. Saya melihat sejumlah titik di tubuhnya, saya sempat perhatikan beberapa hasil cakaran, yang sebagian bulu sudah saya bersihkan dari teras rumah .
Percayalah, ini hanya soal kucing!