Oleh: Risnawati Ridwan.
ASN Pada Dinas Sosial, Kota Banda Aceh.
“Anak-anak kita bukan pengorbanan saya, tetapi mereka adalah pemberian”.
Quote dari anonim diatas mencubit rasa kita, dimana sering kita baca di media tentang kasus-kasus anak baik itu dilakukan oleh keluarganya atau orang dewasa di sekitarnya. Bahkan orang tuanya sendiri yang menuntut anak-anak sesuai keinginannya. Apalagi saat ini bertepatan dengan peringatan hari anak nasional yang mempunyai tema Anak Terlindungi, Indonesia Maju. Tema ini tentunya bertujuan untuk memberikan perlindungan yang utuh kepada anak-anak, bukan hanya sebagai jargon atau ungkapan yang diikuti saat hari-hari peringatan saja.
Wacana tentang perlindungan anak tidak pernah habis untuk dibahas. Bagaimana banyaknya berita di media tentang kasus-kasus anak. Walaupun berita yang sering menjadi viral adalah kasus-kasus kekerasan pada anak seperti kekerasan seksual dan fisik. Padahal kasus bukan hanya tentang kekerasan saja, tetapi ada juga yang disebut dengan permasalahan sosial anak lainnya seperti anak berhadapan dengan hukum, anak terlantar, bayi terlantar, anak jalanan dan lainnya.
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Permasalahan sosial ini tentunya menjadi tanggung jawab negara untuk mengatasinya. Sesuai amanat undang-undang bahwa anak terlantar dipelihara oleh negara. Pengertian anak terlantar ini bukan hanya anak yang terlantar di jalanan tanpa mempunyai keluarga yang mengasuhnya tetapi juga anak-anak yang sedang mengalami permasalahan sehingga membutuhkan pihak lain selain keluarganya untuk menyelesaikan masalah sehingga anak dapat berperilaku seperti mana mestinya. Disinilah diperlukannya pemahaman tentang perlindungan anak.
Perlindungan anak merupakan tanggung jawab semua pihak. Orang tua, keluarga, lingkungan sekitar bahkan negara mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memberikan perlindungan terhadap anak. Semua stakeholder mempunyai tanggaung jawab yang berbeda, namun mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan lingkungan yang aman bagi anak.
Pertama, orang tua. Orang tua adalah pihak pertama yang bertanggung jawab penuh memberikan perlindungan kepada anak-anak mereka. Tetapi ada faktor yang kadangkala membuat orang tua mampu memenuhi hak anak ini. Misalnya saja faktor ekonomi, dimana orang tua melibatkan anak-anak untuk bekerja dengan alasan membantu orang tua memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Atau bahkan orang tua yang melakukan kekerasan, penelantaran, kekerasan seksual bahkan melakukan tindak pidana dengan membunuh anaknya sendiri karena ketidakmampuan mengelola emosi dan daya pikir yang rendah.
Orang tua yang tidak mampu memenuhi semua hak anak ini tidak dapat disalahkan juga. Karena orang tua juga memerlukan sistem sumber disekitarnya untuk membantu melindungi anak-anak dan memenuhi kebutuhan sesuai dengan hak-hak anak tersebut.
Kedua, lingkungan sekitar. Berbicara lingkungan sekitar bukan hanya tetangga dari tempat tinggal si anak. Tetapi juga sistem sumber yang ikut mendukung orang tua seperti wacana sebelumnya. Lingkungan sekitar ini termasuk juga sekolah, tempat pengajian, tempat bermain dan tentunya tetangga di sekitar. Perilaku-perilaku anak sangat dipengaruhi dari tindakan yang diberikan oleh dua faktor yaitu orang tua dan lingkungan. Demikian juga, perlindungan yang harus diterima oleh si anak, orang tua dan lingkungan sekitar ibarat tiang sebagai pegangan si anak agar hidupnya merasa aman.
Ketiga, negara. Negara adalah pihak yang ikut berperan untuk memberikan perlindungan kepada anak, negara wajib untuk memelihara dan memberikan perlindungan terhadap anak yang hak-haknya tidak terpenuhi (terlantar) untuk mendapatkan perlindungan serta pemenuhan atas hak-haknya sebagai anak. Negara bermain dalam ranah membuat kebijakan yang mendukung penerapan perlindungan anak. Terdapat beberapa kluster permasalahan yang harus di tangani oleh pemerintah khususnya urusan sosial.
Undang-undang dasar kita juga telah memberikan amanatnya bahwa anak menjadi tanggung jawab negara yang mengurusnya. Dan saat ini sudah ada peraturan yang memberikan penekanan perlindungan anak yaitu Undang-Undang Nomo 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Negara disini bertindak sebagai bubung dari setiap tindakan rakyatnya dalam menghadapi anak dan bagaimana memperlakukan anak-anak. Negara yang diwakili oleh pelaksananya yaitu instusi pemerintah adalah pihak pertama yang harus segera merespon jika anak menghadapi masalah baik itu masalah parenting maupun masalah sosial. Kedua jenis masalah ini harus ditangani secara benar dan sesuai dengan jalurnya sehingga tidak menimbulkan dampak yang berkepanjangan bagi kehidupan si anak.
Dan dengan adanya beberapa institusi pemerintah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab pada ruang lingkup anak menjadikan bahwa negara telah siap dengan segala pemenuhan kebutuhan anak. Sebut saja Kementerian Sosial RI dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Dua instusi ini sama-sama mempunyai tanggung jawab dalam hal pemenuhan kebutuhan perlindungan anak. Tetapi mempunyai dua tugas yang berbeda tetapi tetap saling mendukung tanggung jawab dari maisng-masing institusi.
Dalam banyak kasus anak, kasus kekerasan pada anak adalah yang paling sering viral karena biasanya pelakunya adalah orang terdekat. Dan ada rasa emosional dari pembaca dan lebih cepat merespon setiap kasus sehingga menjadi viral. Tetapi kasus-kasus lain seperti penelantaran atau anak yang berhadapan dengan hukum tidak telalu booming dibandingkan kasus kekerasan pada anak.
Berdasarkan data dari Dinas Sosial Kota Banda Aceh, kasus anak yang didampingi oleh pekerja sosial adalah kasus anak yang berhadapan dengan hukum lebih banyak di bandingkan masalah sosial lainnya. Data terkini menyebutkan bahwa jumlah kasus anak berhadapan dengan hukum mencapai 65 (enam puluh lima) kasus yang memerlukan pendampingan pekerja sosial.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan saksi tindak pidana. Selama ini masyarakat menilai bahwa anak berhadapan dengan hukum adalah anak yang rusak dan jahat. Padahal kondisi dan perilaku anak tersebut tidak serta merta terjadi dalam waktu singkat, terutama anak pelaku. Penanganan anak-anak ini bersifat khusus dan tidak dapat diperlakukan seperti orang dewasa, sehingga mereka merasa aman dan terlindungi.
Seperti nasehat orang tua dulu bahwa seorang anak di jaga oleh orang sekampung. Nilai-nilai kekeluargaan pada masa dulu sudah agak memudar dimasa sekarang. Pada tahun 80an atau 90an, seorang anak yang kedapatan berbuat nakal di luar rumahnya akan mendapat hukuman disiplin dari orang dewasa lain juga. jika dulu negara tidak dilibatkan dalam pengasuhan dan perlindungan dikarenakan fungsi lingkungan sekitar dan keluarga masih dominan.
Tetapi saat ini hal tersebut sulit untuk diterapkan. Misalnya saja seorang anak yang masih berseragam sekolah menengah pertama dan sedang melakukan pelanggaran seperti merokok dimana hal tersebut tidak sesuai dengan norma yang berlaku saat itu maka si anak akan mendapat teguran dari orang lain yang bukan keluarga bahkan bisa jadi di tegur oleh orang yang tidak dikenalnya. Hal ini akan menjadi “obat” pada masa lalu, tapi saat sekarang tidak dapat berlaku lagi karena norma masyarakat juga ikut berubah.
Pada akhirnya, perlindungan anak adalah tanggung jawab kita semua. Siapapun anaknya, anak siapa saja, dan bagaimanapun perilakunya, sudah menjadi kewajiban orang dewasa di sekitar anak untuk memberikan perlindungan yang utuh kepada anak-anak. Selamat Hari Anak Nasional, jadikan anak Indonesia menjadi Anak Terlindungi Indonesia Maju. [RbR]