Oleh: Risnawati binti Ridwan.
Penulis adalah Alumnus STKS Bandung dan ASN Pemko Banda Aceh.
Tahun 2004 merupakan tahun yang menjadi periode batasan waktu bagi Indonesia terutama bagi kami yang tinggal di ujung barat Pulau Sumatera. Pada saat itu wilayah tempat kami tinggal terjadi bencana besar, gempa dan tsunami, yang menyebabkan banyaknya korban jiwa. Dampak bencana tersebut meninggalkan cerita dan informasi yang dulu tidak pernah didengar.
Berdasarkan pengalaman itulah makanya diperlukan pendidikan dan pengetahuan tentang bencana terutama bagi anak-anak yang saat terjadi gempa tidak berada di rumah dalam jangkauan pengamatan orang tuanya.
Beberapa waktu yang lalu saya terlibat dalam kegiatan edukasi mitigasi bencana bagi anak-anak sekolah jenjang SD, SMP dan SMA. Tentunya kegiatan ini merupakan kegiatan yang disponsori oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial RI dan Dinas Sosial. Kegiatan ini dinamakan dengan Tagana Masuk Sekolah (TMS).
Tujuan kegiatan ini adalah meemberikan pengetahuan mitigasi bencana tingkat dasar, meningkatkan kesadaran orang dewasa dan anak-anak tentang bencana dan dampaknya serta memberitahukan tindakan apa yang perlu dilakukan saat terjadinya bencana.
Kami tiba di sekolah dengan kondisi sekolah belum aktif 100%. Murid yang bersekolah tatap muka hanya 50% dari jumlah total murid yang ada karena sistem hadir di sekolah berlaku shift dan bergantian. Hari pertama kami mendapatkan giliran di salah satu sekolah dasar dan kami diarahkan untuk melakukan kegiatan sosialisasi untuk murid kelas 6. Pemilihan kelas 6 ini mempunyai alasan tersendiri, salah satunya adalah anak-anak kelas 6 sudah lebih paham dan mengerti dengan instruksi-instruksi dalam simulasi yang diberikan.
Kami memulai kegiatan dengan pemberian materi pengertian bencana, jenis bencana, dampak dari bencana, tindakan pertama saat bencana dan yang menjadi fokus materi adalah bencana gempa. Karena gempa adalah salah satu bencana yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan gempa juga yang paling berdampak terhadap kerusakan. Gempa merupakan bencana yang sering terjadi di wilyah kami.
Pertama-tama kami mengajari anak-anak bernyanyi yel-yel sebagai pemberi semangat kepada anak-anak, bernyanyi dan liriknya adalah tindakan yang dilakukan saat bencana.
Kalau ada gempa lindungi kepala
Kalau ada gempa jauhi kaca-kaca
Jangan lupa berdoa, bersiaplah hati
Berbaris keluar kumpul di lapangan
Berbaris keluar kumpul di lapangan
Anak-anak terlihat semangat dan mengikuti kegiatan dengan lebih berenergi. Anak-anak juga ditunjukkan rambu-rambu proses evakuasi seperti rambu jalur evakuasi, titik kumpul dan arah evakuasi. Sebenarnya rambu-rambu ini sudah banyak terdapat di simpang dan perempatan jalan. Namun tanpa adanya penjelasan maka sulit dipahami terutama oleh anak-anak.
Kami juga menjelaskan arti dari simbol tempat/titik berkumpul/assembly point yang berfungsi sebagai tanda area berkumpul sementara saat kondisi darurat. Tempat berkumpul harus cukup menampung personil yang ada di sekitar area bencana. Lokasi tempat berkumpul harus aman dari pengaruh penyebab bencana dan bebas dari kemungkinan adanya bahaya lain. Selain itu tempat berkumpul juga tidak boleh terlalu jauh sehingga akan mempercepat proses evakuasi.
Rambu lainnya adalah jalur evakuasi, simbol ini menjelaskan arah jalan atau alur yang menuju ke titik kumpul. Dengan mengikuti jalur evakuasi ini memudahkan orang-orang berjalan sehingga lebih terarah.
Wilayah kami yang berada di pesisir pantai membutuhkan juga rambu-rambu yang menyajikan sebagai kawasan tsunami. Rambu berbentuk gelombang air yang tingginya melebihi tinggi pohon kelapa dan rumah mengartikan bahwa gelombang tsunami merupakan air yang berasal dari laut yang mencapai daratan sebagai akibat gempa yang terjadi di dasar laut.
Rambu lainnya adalah petunjuk jalur evakuasi gempa bumi berupa gambaran tanah yang terbelah. Rambu ini biasanya dipasang di wilayah rawan bencana gempa bumi dan digunakan untuk memberikan petunjuk arah jalur evakuasi menuju tempat yang aman jika bencana gempa bumi itu terjadi.
Pada saat ini pemateri harus memberikan bahasa yang lebih mudah dipahami anak dan memberikan contoh melalui gerakan tubuh. Misalnya saat menjelaskan bahwa gempa itu disebabkan oleh gelombang seismik di kulit bumi, maka pemateri memberi contoh gerakan dengan mengajak petugas lainnya berdiri berdampingan, saling memegang tangan, dan membuat gerakan tangan seperti gelombang.
Anak-anak juga diperkenalkan dengan petugas TAGANA. Taruna Siaga Bencana disingkat TAGANA adalah relawan sosial atau Tenaga Kesejahteraan Sosial berasal dari masyarakat yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan bencana.
Banyak anak-anak mengira bahwa TAGANA seperti tentara karena memakai pakaian dan sepatu PDL. Anak-anak kelas tinggi juga bertanya tentang keberadaan TAGANA di sekitar lingkungan mereka tinggal dan bagaimana menghubungi petugas tersebut saat bencana terjadi.
Anak-anak diperkenalkan juga tentang bencana non alam yang sedang terjadi saat ini yaitu penyebaran wabah penyakit atau yang lebih dikenal Corona Virus Deseases 2019 (Covid-19). Dampak dari penyebaran wabah ini sehingga untuk mencegah semakin besar dampak yang terjadi maka harus mengikuti himbauan pemerintah seperti mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak dan menjauhi kerumunan.
Anak-anak antusias menerima pengetahuan dari materi yang disampaikan secara sederhana dan sambil bermain. Simulasi saat gempa terjadi, melindungi kepala dan merunduk di bawah meja, berbaris teratur keluar untuk menuju titik kumpul mengajarkan anak-anak untuk tidak panik dan berlatih aktivitas yang benar saat bencana terjadi. Bukan tidak mungkin bencana terjadi saat anak-anak berada di sekolah sehingga anak-anak dapat melakukan tindakan pertama sebelum bertemu dengan keluarga sendiri dan terhindar dari kerusakan dan luka-luka.
Pada akhir pertemuan, anak-anak juga dijelaskan bahwa setiap bencana adalah kehendak Yang Maha Kuasa, Allah SWT pemilik alam semesta. Bencana diberikan agar manusia sadar bahwa tidak ada kuasa manusia selain kuasa-Nya. Semoga langkah sedikit ini memberikan ilmu kepada anak-anak bermanfaat dan anak-anak dapat mengajarkan anak-anak lain dan ibarat gelombang, setiap gerakan dan tindakan berharap ada kebermanfaatannya bagi manusia disekitar kita. Karena adakalanya tidak diperlukannya suara namun tindakan nyata lebih utama. (RbR) []