Oleh: Burhan Anshari.
Analisis Geopolitik Timur Tengah, pernah bekerja untuk Kedubes Indonesia di Tehran, Iran.
Perang yang dilancarkan tentara Israel di Jalur Gaza telah melumpuhkan perusahaan-perusahaan terutama startup yang bergerak di bidang teknologi.
Hal ini terjadi setelah pemerintah Zionis setuju untuk memanggil 360.000 tentara cadangan. Tentara cadangan itu berasal dari karyawan yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut.
Sebagian besar perusahaan-perusahaan itu beroperasi di luar Israel dan hanya bagian kecil di institusi dalam negeri.
Bank “Hapoalim” Israel memperkirakan kerugian awal perekonomian Israel sejak awal serangan “Badai Aqsa” dan perang Israel di Jalur Gaza sekitar 27 miliar shekel atau setara $6,8 miliar dolar, Dan ini berlangsung hanya dalam 4 hari.
Ini merupakan mobilisasi dan pemanggilan pasukan cadangan terbesar Zionis Israel sejak perang tahun 1973, ketika Israel memanggil sekitar 400.000 tentara cadangan untuk ikut andil dalam perang Yom Kippur.
Resiko ini sekaligus menunjukkan betapa serius pemerintah Zionis Israel dalam perang kali ini, laporan terakhir kerugian korban jiwa pihak Israel telah mencapai 1.300 tewas, jumlah yang sedikit kurang dari korban Palestina 1.354 jiwa.
Keseriusan ini terlihat bagaimana penetrasi serangan udara yang terus menggempur Gaza terutama target-target yang membahayakan Pasukan Zionis Israel jika serangan darat jadi dilakukan.
Tampaknya Israel gelap mata untuk dapat segera menguasai 45 km persegi Jalur Gaza, hanya tinggal wilayah ini yang belum dikuasai sejak pendirian negara Israel di tanah Palestina pada tahun 1948.
Jalur Gaza dianggap Batu sandungan terakhir yang selalu menjadi penghalang misi-misi internasional Zionis Israel terutama di Timur Tengah dengan isu Pan-Islamis dan Pan-Arab yang mulai punah.
Kini perjuangan kemerdekaan Palestina mengangkat kembali isu tersebut, kali ini lebih bertenaga. Lebih bertenaga karena dianggap perjuangan kali ini lebih matang persiapan yang dilakukan untuk operasi Badai Al-Aqsa sejak 7 Oktober lalu.
Di dalam negeri, pejuang Palestina yang dikomandoi Hamas memiliki amunisi yang cukup untuk terus-menerus meroket pemukiman penduduk wilayah yang dikuasai Israel (tentunya setelah peringatan sebelumnya) sehingga memberi rasa tidak aman kepada mereka sebagai tamparan, bahwa mereka menduduki tanah yang bukan milik mereka.
Di Institusi keamanan, pejuang Palestina memiliki tentara terlatih yang bekerja profesional menarget militer dan assesoriesnya walaupun dalam serangan balik banyak sipil dan lokasi sipil yang menjadi korban terutama penduduk dan bangunan sipil di Gaza.
Hamas mengklaim mereka memiliki kekuatan yang belum dikeluarkan untuk mencegat serangan militer Israel yang lebih besar, kekuatan itu akan mereka keluarkan saat Zionis Israel benar-benar melakukan serangan darat ke Jalur Gaza, semoga apa yang dikatakan itu benar adanya sebelum sebagian besar penduduk meregang nyawa Dan mengungsi serta seluruh bangunan Gaza rata dengan tanah sehingga akhirnya berhasil dikuasai seluruhnya oleh Zionis Israel.
Diluar negeri, Hamas mengklaim punya kejutan lebih besar, belum diketahui kejutan bagaimana yang dimaksud. Apakah Hamas dalam melakukan aksinya telah berkoordinasi dengan kekuatan-kekuatan yang lebih besar sebagai poros perlawanan atau tidak?
Baik Iran, Lebanon, atau Suriah mengaku tidak mengetahui akan adanya operasi ini, pun demikian ketiga negara tersebut berikut milisi-milisi yang tergabung di dalamnya seperti biasanya menyatakan dukungan kuat atas perjuangan tersebut.
Milisi-milisi seperti Hizbullah di Lebanon, Hashad Al-Sha’bi di Irak, Ansarullah di Yaman, pejuang Afghanistan bahkan Arab Badui Mesir menyatakan kesiapan terjun langsung ke lapangan saat pendaratan Pasukan Zionis Israel dilakukan.
Tampaknya PM Netanyahu benar-benar akan melakukan serangan Darat, terlihat dengan persiapan yang dilakukan Zionis Israel dan rela rugi besar untuk kesempatan menguasai Gaza yang tidak datang dua kali ini.
Apalagi dengan kehadiran “beking” kuat Amerika Serikat dan Inggris bagi mereka sudah cukup untuk mulai melakukan serangan darat ke Gaza.
Amerika Serikat berulangkali dalam berbagai kesempatan memberi peringatan dan ancaman serius kepada negara-negara pendukung Palestina untuk tidak ikut campur urusan Israel-Palestina.
Terlepas peringatan itu tidak berlaku untuk mereka sendiri, Amerika Serikat setidaknya telah melabuhkan Kapal Induk penuh muatan militer bertenaga nuklir USS Dwight D. Eisenhower di perairan Israel, Kapal Induk kedua sedang dalam perjalanan. Sementara Inggris mengirim kapal perang.
Akankah negara-negara yang selama ini hanya mendukung secara politik dan diantaranya finansial bahkan militer terbatas kepada Palestina akan mengambil resiko lebih besar dengan terjadinya kembali perang besar di Timur Tengah? Jika tidak tentu sama saja dengan membiarkan Palestina berjuang sendirian, dan perlawanan Palestina untuk merdeka sepenuhnya akan pupus selamanya, wallahu ‘Alam semoga Allah swt menolong kaum muslimin dimana pun berada.