• Tentang Kami
Tuesday, September 16, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Tantangan Dunia Ketiga

Sulaiman Tripa by Sulaiman Tripa
March 20, 2025
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
A A
0
Tantangan Dunia Ketiga
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Sulaiman Tripa.
Penekun Kajian Hukum dan Masyarakat.

Dua dekade yang lalu, seorang penulis dari Selatan, Martin Khor (2001) mengungkapkan bahwa salah satu dilema terbesar negeri-negeri yang sedang berkembang masa kini adalah mereka harus membuka diri terhadap globalisasi. Membuka diri tersebut, sebenarnya sangat berkaitan dengan harapan akan memperoleh beberapa keuntungan bagi negara yang bersangkutan. Atau paling tidak –kalaupun bukan keuntungan—akan memilih berhati-hati untuk menghindari berbagai risiko; yang paling berat disebut Khor adalah kritik institusi-institusi mainstream yang kemudian akan mengkuliahi negara-negara yang sedang berkembang dengan penekanan bahwa negara-negara tersebut akan tertingga apabila tidak mengikuti proses globalisasi.

BACA JUGA

Apakah AI Dapat Disebut sebagai Revolusi Industri 5.0?

Lonjakan Kasus DBD di Banda Aceh, Apa yang Harus Kita Lakukan?

Pertanyaannya adalah apakah globalisasi akan menjamin tidak ada kesenjangan kesejahteraan dan ekonomi antara negara-negara maju dan negara-negara yang sedang berkembang? Pertanyaan ini pun bukan baru muncul sekarang. Ia sudah menjadi diskursus sejak isu globalisasi muncul.

Pertanyaan (yang seharusnya tak perlu) tersebut, dipertanyakan hanya untuk meneguhkan pernyataan bahwa ada kesenjangan yang luar biasa antara negara-negara maju dan negara-negara yang sedang berkembang, dalam konteks ekonomi dan kesejahteraan –yang dihiasi pula oleh dominasi politik yang sangat berlebihan. Tak pelak, perdebatan tentang keuntungan ekonomi menjadi suatu yang dominan dalam konteks globalisasi –yang pernah digambarkan oleh mantan Presiden Soeharto sebagai sesuatu yang mau tidak mau, senang atau tidak senang, akan dihadapi oleh semua negara di dunia.

Ketimpangan muncul. Lalu mengapa, kesenjangan yang luar biasa itu ternyata kian menganga dari tahun ke tahun?

Perilaku mencari sumber ekonomi sebenarnya sudah berlangsung sejak berabad-abad yang lalu. Lahirnya penjajahan di atas muka bumi, faktor terbesarnya disebabkan oleh karena penguasaan sumber-sumber ekonomi. Membaca buku-buku tentang sejarah Aceh memperlihatkan bagaimana berbagai negara di dunia berusaha menjangkau bahkan untuk kawasan yang tidak terjangkau. Kemauan orang-orang di negara maju untuk mengelilingi dunia pada abad-abad silam, adalah sebagian besar juga disebabkan oleh rangsangan ini.

Baca Juga:  Belajar Memahami Dasar Ilmu Sosial dari Eropa

Nah, bukankah sebenarnya proses sejarah memang berulang-ulang sebagaimana pernah dipermaklumkan oleh Ibnu Khaldun –dengan bentuk dan warna yang senantiasa mengikuti perkembangan zaman?

Tentang ini, diingatkan Khor (2001), dengan mengatakan bahwa tantangan dalam hal membuka diri terhadap proses globalisasi, adalah apakah negara-negara berkembang dapat mengambil keuntungan dari proses yang hakikatnya berlangsung liberalisasi yang sampai tahapan tertentu didorong oleh kekuatan-kekuatan eksternal, dan pada saat yang sama harus menghindari atau meminimalkan konsekuensi-konsekuensi buruk pada perekonomian dan masyarakat mereka.

Apa yang diingatkan Khor, memperjelas bahwa dominannya memang ekonomi. Akan tetapi globalisasi ternyata juga mengharuskan adanya perubahan di semua lini. Yang lebih penting adalah kebijakan nasional yang mendukung proses globalisasi tersebut.

Ketika melewati penjelasan ini, maka persoalan menjadi kompleks. Banyak tatanan yang ternyata harus berubah. Memang ini menyangkut dari kemampuan negara-negara dalam mengelola globalisasi dan liberalisasi melalui penyusunan kebijakan nasional di negara masing-masing.

Hal ini tentu berkaitan dengan paradigma pembangunan ekonomi, hukum, dan keadilan sosial. Pada kenyataannya, paradigma ekonomi semata –sebagaimana harapan keuntungan dari ikutserta dalam proses globalisasi—sama sekali tak menyelesaikan masalah secara keseluruhan. Masalah akhir-akhir ini yang muncul, ketimpangan secara ekonomi secara global justru kian menjadi-jadi.

Di sinilah pentingnya kekuatan nasional –yang ikut atau tidak ikut dalam proses globalisasi—untuk memperjuangkan terwujudnya pengelolaan tingkat nasional dengan memadukan pembangunan ekonomi dengan pembangunan sosial (keadilan sosial) dan kepedulian terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksudkan Khor. Tetapi selama ini, negara-negara sedang berkembang seperti tidak berdaya. Di banyak negara berkembang, persoalan lingkungan terjadi secara besar-besaran dengan permasalahan sosial yang juga berselimak. Masyarakat terus menjadi korban terus dalam memperoleh keuntungan ekonomi lewat berbagai kepungan pundi-pundi kekuatan pasar.

Baca Juga:  Hukum bagi Orang Kecil

Pada akhirnya kesenjangan tetap merupakan sebuah kenyataan, yang memberi kesangsian bahwa globalisasi dapat memperoleh keuntungan ekonomi akan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan. Mari kita merenungi kawasan vital nasional di Aceh yang ternyata tidak menyelesaikan masalah kesejahteraan. Bahkan kemiskinan menganga justru muncul di pinggir perusahaan-perusahaan multinasional?

Ada keuntungan dari globalisasi, namun globalisasi bukan tak melahirkan implikasi negatif yang luar biasa. Seperti keharusan negara-negara sedang berkembang untuk terus mengkampanyekan bahwa suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, itu merupakan sebuah kenyataan. Masalahnya, bila prosea itu pun diikuti, bagaimana implikasi negatifnya akan dihindari?

Selain ketergantungan ekonomi, ada persoalan lain yang lebih besar. Samuel Huntington (2003) mengatakan sumber-sumber identitas dan sistem otoritas yang telah mapan menjadi “kacau” yang terpengaruh dengan munculnya kebangkitan global. Menurut Huntington, proses modernisasi sudah melanda dunia pada paro abad ke-20. Orang-orang dari pinggiran menuju kota, terpisah dari tradisi dan mendapatkan pekerjaan baru atau menjadi penganggur. Francis Fukuyama (2002) menyebutkan bahwa perubahan terpenting dalam masyarakat masa kini adalah menngkatnya individualisme.

Dalam hal-hal tertentu, proses ini bisa dikatakan terwakili lewat modernisasi. Dalam Jeane Patrick (2005), Samuel Huntington mengetahui bahwa modernisasi (yang lebih dekat dengan westernisasi) –jika dipahami secara luas—dan ia dapat mengakibatkan serangan balik dan permusuhan yang sengit. Ia juga mengetahui betapa kuat momentum moderen, cara kerja sains Barat, teknologi, demokrasi, dan pasar bebas. Tapi ada satu pertanyaan besar yang diketahui Huntington adalah apakah negara-negara yang non-Barat tu dapat menjadi moderen tanpa menjadi Barat?

Inilah persoalan besar. Proses globalisasi tak hanya berlangsung dalam aspek ekonomi, tapi juga tatanan lainnya. Sungguh kompleks. Negara-negara maju sepertinya sedang mempermaklumkan bahwa negara-negara yang sedang berkembang berada dalam genggaman mereka. Barangkali tidak secara teritorial. Sebuah negara yang menguasai negara lain, akan dikatakan sebagai penjajahan. Tetapi ketika negara berkembang disapih dengan cara lain, akan disebut sebagai kemurahan hati negara maju.

Baca Juga:  Kerusakan Lingkungan Siapa Peduli?

Negara mana yang sudah berdiri tegap untuk menyampaikan bahwa sedang berlangsung pencaplokan negara-negara besar terhadap negara-negara kecil yang tidak berdaya? Lalu di tempat kita, siapa yang sudah berdiri tegap untuk menyampaikan bahwa ada beberapa penguasaan yang terjadi lewat penetrasi gelombang-gelombang modal besar dari perusahaan dunia, atas nama kesejahteraan dan pembangunan?

Negara-negara maju masih menjadi pemegang remote ekonomi sekaligus budaya. Kebanyakan akan boleh dimiliki oleh negara-negara berkembang, tapi remote penguasaan, sama sekali tidak. Negara pemilik kekayaan biasanya hanya mendapat sebagian kecil saja. Di luar itu, hampir tak ada negara di dunia yang berhasil mempertahankan tradisi dan identitasnya karena alasan modernisasi sebagai bagian dari globalisasi.[]

Tags: GlobalHukumSosialTantangan Dunia Ketiga
ShareTweetPinSend
Seedbacklink
Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa adalah analis sosial legal dan kebudayaan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

Related Posts

Apakah AI Dapat Disebut sebagai Revolusi Industri 5.0?
Artikel

Apakah AI Dapat Disebut sebagai Revolusi Industri 5.0?

by SAGOE TV
July 19, 2025
Lonjakan Kasus DBD di Banda Aceh, Apa yang Harus Kita Lakukan?
Artikel

Lonjakan Kasus DBD di Banda Aceh, Apa yang Harus Kita Lakukan?

by SAGOE TV
July 5, 2025
Misteri Lonjakan Kasus HIV di Banda Aceh Fakta yang Jarang Diketahui!
Artikel

Misteri Lonjakan Kasus HIV di Banda Aceh: Fakta yang Jarang Diketahui!

by SAGOE TV
July 3, 2025
Talenta Digital dari Dayah: Harapan Baru Ekonomi Aceh
Artikel

Talenta Digital dari Dayah: Harapan Baru Ekonomi Aceh

by SAGOE TV
July 1, 2025
Dua Dekade Damai Aceh
Artikel

Dua Dekade Damai Aceh

by SAGOE TV
June 27, 2025
Load More

POPULAR PEKAN INI

Rp2,6 Triliun Dana Bank Aceh Syariah: Simpanan Aman atau Peluang Terlewatkan?

Rp2,6 Triliun Dana Bank Aceh Syariah: Simpanan Aman atau Peluang Terlewatkan?

September 15, 2025
Gas Raksasa Andaman: Titipan Damai, Harapan Sejahtera untuk Aceh

Gas Raksasa Andaman: Titipan Damai, Harapan Sejahtera untuk Aceh

September 15, 2025
Muniru (Kehangatan dan Keakraban) Masyarakat Gayo

Muniru (Kehangatan dan Keakraban) Masyarakat Gayo

September 12, 2025
Komisi XII DPR RI Dorong Pengelolaan Migas Aceh Profesional, Transparan, dan Berkelanjutan

Komisi XII DPR RI Dorong Pengelolaan Migas Aceh Profesional, Transparan, dan Berkelanjutan

September 14, 2025
RSIA Cempaka Az-Zahra Sukses Operasi Kasus Langka Agenesis Vagina dan Anomali Anogenital

RSIA Cempaka Az-Zahra Sukses Operasi Kasus Langka Agenesis Vagina dan Anomali Anogenital

September 13, 2025
Penyuka Musik Metal Cenderung "Setia"

Penyuka Musik Metal Cenderung “Setia”

August 30, 2025
Mualem Usulkan Pembangunan Terowongan Geurutee ke Bappenas demi Keselamatan dan Ekonomi Aceh

Mualem Usulkan Pembangunan Terowongan Geurutee ke Bappenas demi Keselamatan dan Ekonomi Aceh

September 14, 2025
Monolog ‘Tubuh yang Tak Pernah Takluk’ Hidupkan Semangat Cut Nyak Dhien di Rumah Sejarahnya

Monolog ‘Tubuh yang Tak Pernah Takluk’ Hidupkan Semangat Cut Nyak Dhien di Rumah Sejarahnya

September 7, 2025
Persiraja Umumkan Penjualan Tiket Laga Perdana Lawan Adhyaksa FC, VVIP Sudah Habis Terjual

Persiraja Umumkan Penjualan Tiket Laga Perdana Lawan Adhyaksa FC, VVIP Sudah Habis Terjual

September 10, 2025

EDITOR'S PICK

Pembukaan PON XXI Aceh Sumut 2024 Diundur Jadi 9 September

Pembukaan PON XXI Aceh-Sumut 2024 Diundur Jadi 9 September

August 24, 2024
Wagub Aceh Fadhlullah Takziah ke Guru Senior Dayah Jeumala Amal di Pidie Jaya

Wagub Aceh Fadhlullah Takziah ke Guru Senior Dayah Jeumala Amal di Pidie Jaya

July 26, 2025
Guru Besar FK USK Dianugerahi Excellence in Pain Management Award di UEA

Guru Besar FK USK Dianugerahi Excellence in Pain Management Award di UEA

April 15, 2025
59 Peserta Terpilih, Aceh Besar Matangkan Persiapan Menuju MTQ Provinsi

59 Peserta Terpilih, Aceh Besar Matangkan Persiapan Menuju MTQ Provinsi

February 2, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.