• Tentang Kami
Saturday, May 17, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Tantangan Dunia Ketiga

Sulaiman Tripa by Sulaiman Tripa
March 20, 2025
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
A A
0
Tantangan Dunia Ketiga
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Sulaiman Tripa.
Penekun Kajian Hukum dan Masyarakat.

Dua dekade yang lalu, seorang penulis dari Selatan, Martin Khor (2001) mengungkapkan bahwa salah satu dilema terbesar negeri-negeri yang sedang berkembang masa kini adalah mereka harus membuka diri terhadap globalisasi. Membuka diri tersebut, sebenarnya sangat berkaitan dengan harapan akan memperoleh beberapa keuntungan bagi negara yang bersangkutan. Atau paling tidak –kalaupun bukan keuntungan—akan memilih berhati-hati untuk menghindari berbagai risiko; yang paling berat disebut Khor adalah kritik institusi-institusi mainstream yang kemudian akan mengkuliahi negara-negara yang sedang berkembang dengan penekanan bahwa negara-negara tersebut akan tertingga apabila tidak mengikuti proses globalisasi.

BACA JUGA

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

Pertanyaannya adalah apakah globalisasi akan menjamin tidak ada kesenjangan kesejahteraan dan ekonomi antara negara-negara maju dan negara-negara yang sedang berkembang? Pertanyaan ini pun bukan baru muncul sekarang. Ia sudah menjadi diskursus sejak isu globalisasi muncul.

Pertanyaan (yang seharusnya tak perlu) tersebut, dipertanyakan hanya untuk meneguhkan pernyataan bahwa ada kesenjangan yang luar biasa antara negara-negara maju dan negara-negara yang sedang berkembang, dalam konteks ekonomi dan kesejahteraan –yang dihiasi pula oleh dominasi politik yang sangat berlebihan. Tak pelak, perdebatan tentang keuntungan ekonomi menjadi suatu yang dominan dalam konteks globalisasi –yang pernah digambarkan oleh mantan Presiden Soeharto sebagai sesuatu yang mau tidak mau, senang atau tidak senang, akan dihadapi oleh semua negara di dunia.

Ketimpangan muncul. Lalu mengapa, kesenjangan yang luar biasa itu ternyata kian menganga dari tahun ke tahun?

Perilaku mencari sumber ekonomi sebenarnya sudah berlangsung sejak berabad-abad yang lalu. Lahirnya penjajahan di atas muka bumi, faktor terbesarnya disebabkan oleh karena penguasaan sumber-sumber ekonomi. Membaca buku-buku tentang sejarah Aceh memperlihatkan bagaimana berbagai negara di dunia berusaha menjangkau bahkan untuk kawasan yang tidak terjangkau. Kemauan orang-orang di negara maju untuk mengelilingi dunia pada abad-abad silam, adalah sebagian besar juga disebabkan oleh rangsangan ini.

Baca Juga:  Meugampong

Nah, bukankah sebenarnya proses sejarah memang berulang-ulang sebagaimana pernah dipermaklumkan oleh Ibnu Khaldun –dengan bentuk dan warna yang senantiasa mengikuti perkembangan zaman?

Tentang ini, diingatkan Khor (2001), dengan mengatakan bahwa tantangan dalam hal membuka diri terhadap proses globalisasi, adalah apakah negara-negara berkembang dapat mengambil keuntungan dari proses yang hakikatnya berlangsung liberalisasi yang sampai tahapan tertentu didorong oleh kekuatan-kekuatan eksternal, dan pada saat yang sama harus menghindari atau meminimalkan konsekuensi-konsekuensi buruk pada perekonomian dan masyarakat mereka.

Apa yang diingatkan Khor, memperjelas bahwa dominannya memang ekonomi. Akan tetapi globalisasi ternyata juga mengharuskan adanya perubahan di semua lini. Yang lebih penting adalah kebijakan nasional yang mendukung proses globalisasi tersebut.

Ketika melewati penjelasan ini, maka persoalan menjadi kompleks. Banyak tatanan yang ternyata harus berubah. Memang ini menyangkut dari kemampuan negara-negara dalam mengelola globalisasi dan liberalisasi melalui penyusunan kebijakan nasional di negara masing-masing.

Hal ini tentu berkaitan dengan paradigma pembangunan ekonomi, hukum, dan keadilan sosial. Pada kenyataannya, paradigma ekonomi semata –sebagaimana harapan keuntungan dari ikutserta dalam proses globalisasi—sama sekali tak menyelesaikan masalah secara keseluruhan. Masalah akhir-akhir ini yang muncul, ketimpangan secara ekonomi secara global justru kian menjadi-jadi.

Di sinilah pentingnya kekuatan nasional –yang ikut atau tidak ikut dalam proses globalisasi—untuk memperjuangkan terwujudnya pengelolaan tingkat nasional dengan memadukan pembangunan ekonomi dengan pembangunan sosial (keadilan sosial) dan kepedulian terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksudkan Khor. Tetapi selama ini, negara-negara sedang berkembang seperti tidak berdaya. Di banyak negara berkembang, persoalan lingkungan terjadi secara besar-besaran dengan permasalahan sosial yang juga berselimak. Masyarakat terus menjadi korban terus dalam memperoleh keuntungan ekonomi lewat berbagai kepungan pundi-pundi kekuatan pasar.

Baca Juga:  Kembali Pada Jalan Politik Bioetik, Alam Terawat Rakyat Terbela

Pada akhirnya kesenjangan tetap merupakan sebuah kenyataan, yang memberi kesangsian bahwa globalisasi dapat memperoleh keuntungan ekonomi akan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan. Mari kita merenungi kawasan vital nasional di Aceh yang ternyata tidak menyelesaikan masalah kesejahteraan. Bahkan kemiskinan menganga justru muncul di pinggir perusahaan-perusahaan multinasional?

Ada keuntungan dari globalisasi, namun globalisasi bukan tak melahirkan implikasi negatif yang luar biasa. Seperti keharusan negara-negara sedang berkembang untuk terus mengkampanyekan bahwa suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, itu merupakan sebuah kenyataan. Masalahnya, bila prosea itu pun diikuti, bagaimana implikasi negatifnya akan dihindari?

Selain ketergantungan ekonomi, ada persoalan lain yang lebih besar. Samuel Huntington (2003) mengatakan sumber-sumber identitas dan sistem otoritas yang telah mapan menjadi “kacau” yang terpengaruh dengan munculnya kebangkitan global. Menurut Huntington, proses modernisasi sudah melanda dunia pada paro abad ke-20. Orang-orang dari pinggiran menuju kota, terpisah dari tradisi dan mendapatkan pekerjaan baru atau menjadi penganggur. Francis Fukuyama (2002) menyebutkan bahwa perubahan terpenting dalam masyarakat masa kini adalah menngkatnya individualisme.

Dalam hal-hal tertentu, proses ini bisa dikatakan terwakili lewat modernisasi. Dalam Jeane Patrick (2005), Samuel Huntington mengetahui bahwa modernisasi (yang lebih dekat dengan westernisasi) –jika dipahami secara luas—dan ia dapat mengakibatkan serangan balik dan permusuhan yang sengit. Ia juga mengetahui betapa kuat momentum moderen, cara kerja sains Barat, teknologi, demokrasi, dan pasar bebas. Tapi ada satu pertanyaan besar yang diketahui Huntington adalah apakah negara-negara yang non-Barat tu dapat menjadi moderen tanpa menjadi Barat?

Inilah persoalan besar. Proses globalisasi tak hanya berlangsung dalam aspek ekonomi, tapi juga tatanan lainnya. Sungguh kompleks. Negara-negara maju sepertinya sedang mempermaklumkan bahwa negara-negara yang sedang berkembang berada dalam genggaman mereka. Barangkali tidak secara teritorial. Sebuah negara yang menguasai negara lain, akan dikatakan sebagai penjajahan. Tetapi ketika negara berkembang disapih dengan cara lain, akan disebut sebagai kemurahan hati negara maju.

Baca Juga:  Bu Prang dan Artikel Scopus

Negara mana yang sudah berdiri tegap untuk menyampaikan bahwa sedang berlangsung pencaplokan negara-negara besar terhadap negara-negara kecil yang tidak berdaya? Lalu di tempat kita, siapa yang sudah berdiri tegap untuk menyampaikan bahwa ada beberapa penguasaan yang terjadi lewat penetrasi gelombang-gelombang modal besar dari perusahaan dunia, atas nama kesejahteraan dan pembangunan?

Negara-negara maju masih menjadi pemegang remote ekonomi sekaligus budaya. Kebanyakan akan boleh dimiliki oleh negara-negara berkembang, tapi remote penguasaan, sama sekali tidak. Negara pemilik kekayaan biasanya hanya mendapat sebagian kecil saja. Di luar itu, hampir tak ada negara di dunia yang berhasil mempertahankan tradisi dan identitasnya karena alasan modernisasi sebagai bagian dari globalisasi.[]

Tags: GlobalHukumSosialTantangan Dunia Ketiga
ShareTweetPinSendShare
Seedbacklink
Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa adalah analis sosial legal dan kebudayaan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

Related Posts

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan
Artikel

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

by Sulaiman Tripa
May 12, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

by Sulaiman Tripa
May 5, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan Berkeindonesiaan

by Sulaiman Tripa
May 2, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan dan Kesadaran Dampak Perubahan Iklim bagi Indonesia

by Sulaiman Tripa
April 28, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Jalan Pembangunan Hijau

by Sulaiman Tripa
April 25, 2025
Load More

POPULAR NEWS

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

February 21, 2025
Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

March 31, 2025
UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

April 18, 2025
Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

April 18, 2025
Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

February 21, 2025

EDITOR'S PICK

sulaiman tripa

Malam Puasa 16, Mulai Mengevaluasi Diri

March 16, 2025
Aba Asnawi Pimpinan Dayah BUDI Mesja Lamno Meninggal Dunia

Aba Asnawi Pimpinan Dayah BUDI Mesja Lamno Meninggal Dunia

February 13, 2025
Profil Nizar Saputra, Wakil Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA)

Profil Nizar Saputra, Wakil Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA)

February 24, 2025
UIN Ar-Raniry Siap Fasilitasi Rekrutmen Beasiswa Turki untuk Pelajar dan Mahasiswa Aceh

UIN Ar-Raniry Siap Fasilitasi Rekrutmen Beasiswa Turki untuk Pelajar dan Mahasiswa Aceh

April 15, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.