• Tentang Kami
Monday, May 19, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Grak ngon Gidham

Sulaiman Tripa by Sulaiman Tripa
March 20, 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
A A
0
Grak ngon Gidham

Ilustrasi.

Share on FacebookShare on Twitter

 

Keadaan keluarga saya biasa saja. Alhamdulillah saya memiliki almarhum abu saya seorang pekerja keras. Karena kami keluarga biasa, maka anak-anaknya harus membantu berbagai kegiatan orang tua dalam memenuhi nafkah bagi keluarganya.

BACA JUGA

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

Saya praktis bisa membantu ketika usia sudah belia. Mungkin kelas enam madrasah atau kelas 1 sekolah menengah pertama. Kurang lebih sebelum beliau meninggal, ada 10 tahun.

Saya mendapat bekal selama lebih kurang 10 tahun itu. Salah satu kerja bersama yang sangat dibutuhkan banyak tenaga adalah ketika mempersiapkan pagar kebun. Bahan dasar pagar adalah bambu, yang alhamdulillah waktu itu kami juga memiliki beberapa rumpunnya. Waktu itu saya mulai belajar cara bekerja secara efektif. Saat itu saya bisa belajar bagaimana orang tua menggunakan tenaga yang terbatas untuk sesuatu yang luar biasa.

Belahan bambu digunakan untuk pagar, ia sangat kuat, bahkan di lokasi yang banyak sekali babi hutan sekalipun, biasanya dengan bambu yang padat, akan membuat posisi pagar kokoh. Bambu yang digunakan sesugguhnya sudah terbagi kepada dua bagian. Bagian paling bawah, biasanya dua atau  dua setengah meter, digunakan untuk tiang. Selebihnya digunakan untuk pagar.

Dalam masyarakat tertentu, ujung bambu juga bisa digunakan untuk tali pengikat. Jadi bagian itu harus diperkirakan ketika dipotong. Lalu sisi yang dipotong juga tidak boleh sisi bagian luar –karena akan tertendang dan mengenai pemotong. Jadi harus diambil dari bagian dalam. Pohon bambu itulah yang akan dibelah dan digunakan untuk pagar.

Saya yakin tidak semua orang tahu cara belah bambu yang kelihatan sangat sederhana. Cara belah bambu yang cepat dan sederhana adalah dengan membelah lebih dulu di salah satu ujungnya. Kemudian kaki digunakan untuk menginjak di sisi yang satu, sedangkan tangan digunakan untuk mengangkat di sisi yang lain. Pola seperti ini lebih cepat, syaratnya alur yang dibelah sesuai dengan jenis bambu, karena apabila di alur yang salah, bambu akan sulit terbelah. Begitulah, apabila dilihat dari jauh mungkin kesannya mudah, namun bisa saja terasa berat oleh yang melakukan. Sederhana karena ia tinggal menekan dan mengangkat. Sedangkan yang melakukan membutuhkan teknik dan tenaga ekstra.

Baca Juga:  Mahasiswa, Demontrasi dan Masalah Bangsa

Pagar dari pohon bambu akan rusak secara periodik. Biasanya bisa diperkirakan, sekitar tiga atau empat tahun, untuk kebun jenis tanaman tertentu dan di lokasi tertentu terutama yang banyak babi hutan dan gangguan lain, bambu yang dipakai untuk pagar sudah harus diganti. Biasanya bambu bekas itu masih bisa dipergunakan dan dibawa ke kebun yang berada dekat kampung. Lokasinya lebih aman dan tidak banyak gangguuan, karenanya tidak membutuhkan pagar dengan kekuatan ekstra.

Jadi sering ikut dalam memperbaiki pagar kebun, membuat pengalaman saya membelah bambu bertambah. Pengalaman ini, adalah semakin mudah menggunakan kaki untuk menekan yang di bawah, dan mengangkat dengan tangan yang terus berada di atas. Posisinya selalu seperti ini.

Suatu kali saya merenung-renung, sambil membayangkan bagaimana jika bambu itu mengeluh, karena manusia memperlakukannya tidak adil. Sebagian darinya diinjak keras, lalu sebagian lagi diangkat tinggi. Bukankah bagian yang diinjak akan merasa terjepit, sedangkan yang diangkat mendapat angin segar?

Ada bagian yang diangkat (ji grak; beu et). Lalu ada bagian yang dihentak (gidham; gilho). Saya konsultasi dengan sejumlah orang yang memahami bahasa Aceh, kata gidham, itu diucapkan dengan gi-dh’am. Sedang beu et, dibaca dengan beu-oet (angkat). Jika alihbahasa ke Indonesia, gidham sepadan dengan kata injak, namun injak dari kata gidham itu, bukan injak biasa, ia harus dilakukan dengan menyentak.

Sekilas, gidham akan dipahami seperti kondisi melihat orang yang sedang emosi dan menginjak sesuatu. Bisa dibandingkan, seseorang yang sedang tidak enak badan, atau karena terganggu psikologis tertentu, tiba-tiba digigit seekor serangka. Apa yang akan dilakukan terhadap serangga itu? Bukan orang bisa menginjak, tetapi seolah belum cukup, malah serangga yang lemah diputar lagi sehingga ia benar-benar hancur. Nauzdubillah.

Dengan demikian, gidham memang harus menyentak. Mereka yang melakukannya, akan menganggap kerja ini sebagai seni (seulah). Jangan lupakan seni bekerja model ini, yang membuat banyak orang sangat terbantu dalam mendayagunakan kekuatannya secara efektif.

Saran saya jangan pakai pengalaman dan seni ini untuk memperlakukan manusia. Seseorang harus selalu paham bahwa ketika diinjak, manusia akan terjepit dan merasa kemanusiaannya tidak berharga. Namun ketika diangkat pun, harus dilakukan secara manusiawi. Percayalah, apabila suatu waktu Anda pernah melakukan hal ini, maka haruslah sensitif dan sering mendengar mereka yang di bawah, yang ditekan dengan kaki, mengeluh dan meratapi nasibnya ketika dilupakan dan tidak ada yang peduli.

Baca Juga:  Tips dan Trik Mendapatkan Beasiswa Penuh Dari Kampus di Arab Saudi

 

Tags: acehAnakKebudayaanOrang TuaSeni
ShareTweetPinSendShare
Seedbacklink
Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa adalah analis sosial legal dan kebudayaan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

Related Posts

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan
Artikel

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

by Sulaiman Tripa
May 12, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

by Sulaiman Tripa
May 5, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan Berkeindonesiaan

by Sulaiman Tripa
May 2, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan dan Kesadaran Dampak Perubahan Iklim bagi Indonesia

by Sulaiman Tripa
April 28, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Jalan Pembangunan Hijau

by Sulaiman Tripa
April 25, 2025
Load More

POPULAR NEWS

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

February 21, 2025
Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

March 31, 2025
UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

April 18, 2025
Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

April 18, 2025
Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

February 21, 2025

EDITOR'S PICK

Larangan Buka Puasa Bersama di Pantai Lhoknga, Spanduk Seruan Beredar

Larangan Buka Puasa Bersama di Pantai Lhoknga, Spanduk Seruan Beredar

March 5, 2025
Polwan Polres Langsa Persembahkan 2 Medali untuk Aceh di PON XXI

Polwan Polres Langsa Persembahkan 2 Medali untuk Aceh di PON XXI

September 14, 2024
Warga hadiri pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Besar, Kamis (13/2/2025). Foto: MC Abes

Ribuan Warga Hadiri Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Besar

February 14, 2025
Asisten I Sekda Aceh Besar Buka Muscab V Organda

Asisten I Sekda Aceh Besar Buka Muscab V Organda

January 25, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.