SAGOETV | BANDA ACEH – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) resmi menyetujui draf revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2026 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dalam rapat paripurna, Rabu (21/5/2025). Pelaksana Tugas Sekda Aceh, M Nasir, mengajak seluruh elemen untuk bersinergi dan mengawal proses legislasi di tingkat nasional, agar revisi UUPA dapat disahkan DPR RI dan diundangkan tahun ini.
Draf rancangan perubahan UUPA itu memuat usulan perubahan 8 pasal dan penambahan 1 pasal. Pasal perubahan yaitu pasal 7, pasal 11, pasal 160, pasal 165, pasal 183, pasal 192, pasal 235 dan pasal serta pasal 270. Sementara satu pasal penambahan yaitu pasal 251 A.
Ketua DPRA Zulfadhli dalam sambutannya menegaskan bahwa revisi ini dilakukan sebagai bentuk respons terhadap aspirasi masyarakat dan dinamika pembangunan Aceh yang telah berlangsung hampir dua dekade sejak UUPA diundangkan. DPRA memandang bahwa beberapa pasal dalam UUPA perlu disesuaikan untuk memperkuat kewenangan Pemerintah Aceh, khususnya dalam aspek fiskal dan pengelolaan sumber daya alam.
“DPRA membentuk Tim Revisi yang beranggotakan pimpinan dewan, fraksi, dan para ahli untuk merumuskan perubahan pasal-pasal krusial dengan semangat kebersamaan. Hasilnya, bersama Pemerintah Aceh, kita hadirkan draf dan naskah akademik yang komprehensif,” ujarnya.
Plt Sekda Aceh M Nasir yang membacakan laporan Gubernur Aceh dalam rapat paripurna itu mengajak semua pihak bersinergi agar draf perubahan yang akan diserahkan kepada DPR RI bisa disahkan dan diundangkan pemberlakuannya pada tahun 2025 ini.
“Kita berharap proses di tingkat nasional berjalan dengan baik. Kita semua punya tanggung jawab moral untuk mengawal hingga tuntas,” ujarnya.
Nasir menjelaskan, penyesuaian beberapa norma pada pasal tertentu dalam UUPA, terutama berkenaan dengan perpanjangan Dana Otonomi Khusus dan Penguatan Kewenangan Aceh, merupakan suatu keniscayaan, selama penyesuaian tersebut dilakukan dengan kehati-hatian.
“Sejalan dengan itu, kami menyampaikan, terima kasih dan apresiasi kepada DPRA yang telah bekerja dengan penuh semangat kebersamaan. Harapan kita, proses selanjutnya dapat kita kawal bersama sehingga Rancangan Undang-
Undang tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dapat segera dibahas dan mendapatkan persetujuan bersama DPR RI dan Presiden Republik Indonesia,” kata Nasir.
Ia mengatakan, UUPA lahir sebagai buah dari perjuangan panjang dan pengorbanan yang tak ternilai. Undang-Undang ini adalah hasil dari perundingan damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang berpuncak pada Memorandum of Understanding di Helsinki, Finlandia, pada tanggal 15 Agustus 2005—sebuah tonggak sejarah yang menandai awal baru bagi kita semua.
“Dengan demikian, setiap langkah yang menyentuh substansi dari Undang-Undang ini hendaknya dipahami bukan sekadar sebagai proses legislasi biasa, tetapi sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan politik kita untuk menjaga keberlangsungan perdamaian dan otonomi yang telah diperjuangkan dan disepakati bersama,” ujar Nasir. []